Rabu, 29 Juni 2016

Ponpes al istiqlaliyah


Muslimedia News - Media Islam | Voice of Muslim

Sunday, 12 June 2016
Sekilas Tentang Abuya KH. Uci Turtusi

Muslimedianews.com ~ Pondok Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah berdiri sejak tahun 1957 M. Didirikan oleh seorang ulama besar di wilayah Kabupaten Tangerang, bernama KH. Dimiyati (almarhum). Merupakan seorang ulama yang memiliki komitmen kuat dalam menjaga tradisi kepesantrenan yang saat ini juga dilanjutkan oleh putra beliau, KH. Uci Turtusi sejak sepeninggalnya di awal tahun 2001.

Pada saat Tim Tabloid Pondok Pesantren berkunjung ke komplek Pesantren Al-Istiqlaliyah, tidak ada kesan istimewa dari pesantren ini, sama halnya dengan kebanyakan pesantren di tempat lainnya. Menurut salah satu pengurus pesantren yang kami temui, KH. Tohari (beliau adalah salah satu putra KH. Dimiyati), pesantren slafiyah menjauhi popularitas.

Bahkan menurut beliau, “Kalau perlu nama pesantrennya juga nggak usah, yang penting pelaksanaan pengajaran ilmu-ilmu keislaman dijalankan sebaik-baiknya”, karena pesantren merupakan wadah penyebaran agama Islam bagi masyarakat, dan sekaligus panutan akan sikap keberagamaan bagi masyarakat sekitar. Menjaga tradisi keislaman dengan corak sikap tasawwuf yang kental adalah keunikan tersendiri di kalangan pesantren salafiyah.

Kampung Cilongok, Desa Sukamantri, Kecamatan Pasar Kemis, berdiri di atas lahan seluas ± 4,5 ha saat ini di lingkungan komplek pesantren terdapat tiga buah masjid dan satu buah lagi di luar lokasi pesantren. Cukup unik karena tidak seperti kebanyakan pesantren yang hanya memiliki satu masjid. Karena di pesantren ini pada tiap hari Ahad ba’da Shubuh selalu dilaksanakan majelis akbar bagi masyarakat luas yang langsung dipimpin oleh Abah Uci, begitu KH. Uci Turtusi akrab dipanggil.

Tradisi ini telah berlangsung lama sejak masa kepemimpinan KH. Dimiyati. Jumlah jamaah yang mengikuti pengajian inipun sangat banyak, tidak kurang dari 5.000 orang datang dari sekitar wilayah Tangerang, Banten, Bogor, Bekasi dan juga Jakarta. Pada majelis akbar tersebut, materi yang diberikan lebih mengarah kepada bimbingan kerohanian, etika keagamaan dan nasehat-nasehat yang menenangkan bagi masyarakat. Hal ini menjadi kebutuhan spiritual bagi masyarakat luas terutama di wilayah Tangerang.

Tidak hanya sekedar untuk mengaji, kehadiran masyarakat pada saat majelis akbar tersebut juga tidak lepas dari kebesaran sosok Abah Uci sebagai ulama kharismatik yang dikenal memiliki kedalaman ilmu agama dan keberkahan sebagai seorang ulama. Tidak jarang seusai pengajian para tamu yang hadir meminta keberkahan untuk didoakan dan menyampaikan persoalan-persoalan mereka untuk diberi bimbingan dan jalan keluar oleh Abah Uci.

Berada di tengah-tengah masyarakat modern dengan lanscape kota industri, tidak menggoyahkan prinsip pesantren ini dalam menjaga tradisi salafiyah. Kesan tradisional Pesantren Al-Istiqlaliyah tampak jelas dalam manajerial pondok yang masih mempertahankan sistem kekeluargaan. Pengelolaan pesantren dilakukan oleh keluarga besar almarhum KH. Dimiyati dengan amanah kepemimpinan yang dipegang langsung oleh Abah Uci (dibantu juga oleh keluarga).

Tak ada sistem penerimaan santri, dalam artian penerimaan santri terbuka untuk semua kalangan usia dari mulai anak-anak hingga dewasa. Administrasipun tidak dibebankan kepada para santri yang menuntut ilmu di pesantren ini, mereka hanya diminta iuran listrik Rp. 5.000,- per-bulan. Sementara dalam pembalajaranpun tidak ada penjenjangan, para santri dibebaskan untuk mengikuti pengajian kitab-kitab kuning yang diajarkan oleh kiai dan asatidz di pesantren ini.

Sarana dan kegiatan santri saat ini, dengan jumlah ± 400 santri, Pesantren Al-Istiqlaliyah secara mandiri telah membangun sarana dan prasarana penunjang bagi keberlangsungan pendidikan di pesantren. Asrama santri dalam bentuk kobong-kobong dan dikepalai oleh seorang lurah pada setiap lokalnya telah banyak didirikan memenuhi areal komplek pesantren, serta aula untuk pelaksanaan pengajian harian yang dilaksanakan ba’da Shubuh dan ba’da Ashar hingga larut malam.

Untuk keperluan memasak disediakan dapur umum di masing-masing lokal asrama santri. Seperti pada pesantren-pesantren kebanyakan, kegiatan bagi santri di Pesantren Al-Istiqlaliyah juga dimulai sejak Shubuh dengan shalat berjamaah. Sehabis jamaah Shubuh dilanjutkan dengan pengajian kitab kuning di majelis hingga menjelang pukul 07.00 WIB. Selanjutnya para santri memasak untuk sarapan pagi.

Pada pukul 08.00, kegiatan pengajian dilanjutkan sampai pukul 10.00. Setelah itu, santri diberikan waktu untuk beristirahat di kobong dan pekarangan pesantren. Pada pukul 14.00 pengajian dilanjutkan kembali sampai masuk waktu Ashar dan berjamaah.

Setelah Ashar pengajian disambung kembali sampai pukul 17.30. Setelah Maghrib, giliran pengajian al-Quran dilaksanakan. Kemudian setelah Isya, para santri belajar kembali selama 90 menit sebelum kembali ke kamar masing-masing untuk istirahat. Kegiatan mereka begitu padat dan berlangsung secara terus-menerus selama satu minggu, kecuali pada hari Ahad pagi, karena waktunya digunakan untuk pelaksanaan majelis akbar yang diikuti oleh masyarakat luas.

Kurikulum pendidikan yang ada di pesantren salafiyah ini tidak mengikat dan bukan dalam bentuk materi pelajaran, melainkan didasarkan pada kajian kitab kuning (kutub at-turats) serta dalam berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu bahasa (nahwu-sharaf), fiqh, akhlaq, tasawuf, tafsir, hadits dan ulumul Qur’an dengan kitab seperti Shahih Muslim, Jam’ul Jawami', Jauharul Maknun, Fathul Mu’in, Kifayatul Akhyar, Alfiyah, Tafsir Jalalain, dan lain sebagainya, semuanya disampaikan dalam metode pengajaran sorogan.

Hingga saat ini, di tengah arus perubahan masyarakat sebagai dampak modernisasi dan globalisasi, keberadaan Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyah di tengah masyarakat semakin kuat pengaruhnya. Hal ini bisa terjadi karena konsistensi yang diterapkan para pengelola pesantren untuk tetap berada pada jalur pelayanan bimbingan keagamaan bagi masyarakat tanpa berkecimpung pada hingar-bingar dunia politik yang semu.

Dengan demikian, bermodalkan kemandirian dan keikhlasan dalam menjalankan fungsi pencerahannya, Pondok Pesantren Al-Istiqlaliyah bisa terus berkiprah sebagai benteng moralitas masyarakat dari pengaruh modernisasi dan globalisasi.

Bagi masyarakat Tangerang dan sekitarnya, keberadaan Pondok Pesantren Salafiyah Al-Istiqlaliyah atau yang lebih dikenal oleh masyarakat dengan sebutan Pesantren Cilongok sudah tidak asing lagi. Setiap hari Ahad pagi, ribuan orang dari berbagai wilayah Tangerang dan sekitarnya memadati komplek pesantren untuk mendengarkan siraman rohani dan pengajian kitab yang disampaikan oleh pimpinan pesantren, Abah Uci.

Tradisi ini sudah berlangsung sejak lama dan antusiasme masyarakat semakin hari semakin besar untuk menghadiri kegiatan majelis ini, disamping pada saat pelaksanaan hari-hari besar Islam juga demikian. Kegiatan ini selain diisi dengan siraman rohani dan ceramah keagamaan juga menjadi semacam wadah silaturrahmi antar masyarakat dari berbagai kalangan di wilayah Tangerang dan sekitarnya.

Peran pesantren dalam memberikan pembinaan mental spiritual sangat terlihat dalam hal ini, dan inilah yang dipertahankan oleh kalangan pesantren salafiyah, sebagai komunitas keagamaan yang menjadi panutan masyarakat yang bersih dari unsur kepentingan politik kelompok ataupun kekuasaan. (Smber: fp Ikatan Santri Indonesia).
Sya'roni As-Samfuriy at 06:35
Share



Home
View web version
Powered by Blogger.

Selasa, 28 Juni 2016

Jadwal ngaji

TINGKAT IBTIDA

PELAJARAN KELAS I IBT:
Tauhid Rancang
Fiqih Rancang
Syahadatain
Tarikh Rancang
Wiridan
Asmaul Husna
Istighotsah
Shalat Fardlu
Baca Al Quran
Baca Iqra
Bahasa Arab 1
PELAJARAN KELAS II IBT:
Jurmiyyah
Safinatunnaja
Tijan Addaruri
Khulashah 1
Akhlaqu lil Banin/at 1
Tashrifan
Tajwid
Bahasa Arab 2
Hapalan Jurmiyyah
Hapalan Juz 'Amma
PELAJARAN KELAS III IBT:
Sharaf Al Kailani
Riyadlul Badi'ah
Majmu'atul 'Aqidah
Akhlaqu lil Banin 2-3
Khulashah 2-3
Qiyasan
Bahasa 'Arab 3
Hapalan Hadits Arba'in
Hapalan Juz 'Amma

TINGKAT TSANAWI

PELAJARN KELAS I TSN:
Alfiyah Ibnu Malik
Bajuri 1-2
Kifayatul 'Awwam
Tafsir Jalalain
Riyadlush Shalihin
Hapalan Alfiyah
PELAJARAN KELAS II TSN:
Jauhar Tauhid
Fathul Mu'in 1-2
Rohbiyyah
Mantiq
Isti'arah
Shahih Bukhari 1-2
Shahih Muslim 1
Hapalan Rohbiyyah
Hapalan Isti'arah
PELAJARAN KELAS III TSN:
Jauhar Maknun
Kharidatul Bahiyyah
Fathul Mu'in 3-4
Waraqat
Shahih Bukhari 3-4
Shahih Muslim 2
Kifayatul Akhyar
Hapalan Jauhar Maknun

TINGKAT MA'HADUL 'ALI

PELAJARAN KELAS I MA
Ghayatul Wushul
'Uqudul Juman
Fathul Wahhab
Asybah Wannajhoir
Bidayatul Mujtahid
Ihya 'Ulumuddin
PELAJARAN KELAS II MA:
Jam'ul Jawami' 1
'Uqudul Juman
Fathul Wahhab
Asybah Wannajhoir
Bidayatul Mujtahid
Ihya 'Ulumuddin
PELAJARAN KELAS III MA:
Jam'ul Jawami' 2
'Uqudul Juman
Fathul Wahhab
Asybah Wannajhoir
Bidayatul Mujtahid
Ihya 'Ulumuddin

PENENTUAN KELAS BAGI SANTRI BARU MELALUI PENESTINGAN OLEH SEKSI PENDIDIKAN

KEGIATAN HARIAN

01 - 03.00 - 03.30 - Bangun malam dan persiapan
02 - 03.30 – 04.30 - Shalat Tahajjud dan Pembacaan Al Waqi'ah
03 - 04.30 – 05.00 - Shalat Shubuh Berjama'ah dan Pembacaan Ratibul Hadda
04 - 05.00 – 06.00 - Masuk kelas masing-masing
05 - 06.00 – 06.30 - Shalat Dluha Bersama
06 - 06.30 – 07.00 - GKB (Gerakan Kebersihan Bersama)
07 - 07.00 – 07.30 - Sarapan dan persiapan masuk kelas
08 - 07.30 – 09.30 - Masuk kelas masing-masing
09 - 09.30 – 10.00 - Mujakarah
10 - 10.00 – 10.30 - Makan Pagi
11 - 10.30 – 11.30 - Qailulah / Tidur Siang
12 - 11.30 – 12.00 - Bangun dan persiapan Shalat Jhuhur
13 - 12.00 – 12.30 - Shalat Jhuhur Berjama'ah
14 - 12.30 – 14.30 - Masuk kelas masing-masing
15 - 14.30 – 15.00 - Persiapan Shalat Ashar
16 - 15.00 – 15.30 - Shalat Ashar Berjama'ah dan Pembacaan Yasin
17 - 15.30 – 16.30 - Masuk kelas masing-masing
18 - 16.30 – 17.30 - Makan sore
19 - 17.30 – 18.00 - Persiapan Shalat Maghrib
20 - 18.00 – 18.30 - Shalat Maghrib Berjama'ah
21 - 18.30 – 19.30 - Sorogan
22 - 19.30 – 20.00 - Shalat 'Isya berjama'ah
23 - 20.00 – 21.00 - Masuk kelas masing-masing
24 - 21.00 – 03.00 - Tidur Malam

PERATURAN KESEKRETARIATAN

اَلْحَقُّ بِلاَ نِظَامٍ سَيُغْلَبُ بِالْبَاطِلِ مَعَ النِّظَامِ

Kebenaran yang tidak terorganisir, maka akan dikalahkan dengan bathil yang terorganisir

Syarat Menjadi Anggota
1. Mendaftarkan diri di sekretariat Pesantren disertai wali.
2. Mengisi angket identitas diri dihadapan pengurus dan disaksikan oleh wali.
3. Mengadakan interview oleh bagian keamanan.
4. Orang Tua/Wali mengahadap kepada Murobbi untuk serah terima (Ijab Qabul
5. Mengikrarkan janji pelajar dihadapan pengurus Pesantren disaksikan oleh Wali
6. Menbayar uang administrasi sebesar yang telah ditentukan .
7. Sanggup menta’ati peraturan pesantren.

Keluar Dari Keanggotaan
1. Melapor kepada Pengurus Pesantren.
2. Wali menghadap kepada Murobbi untuk mencabut iqrar Ijab Qabul
3. Menyelesaikan Administrasi dan keuangan .
4. Menerima surat tanda bukti keluar/sertifikat

Santri Tidak Aktif ( Pending )
Santri yang tidak ada dipesantren lebih dari dua minggu baik karena sakit, idzin atau alpa, maka dinyatakan tidak aktif (pending) namun masih bersetatus santri, dan berkewajiban memnuhi segala peraturan, Antara lain:
1. Menjaga nama baik Pesantren.
2. Melunasi uang syahriyyah yang telah ditetapkan.

Batas pending tersebut sampai batas waktu dua bulan, melebihi batas yang telah ditentukan maka dinyatakan keluar dari keanggotaan secara tidak resmi. Kalau pun ia bermaksud kembali menjadi anggota santri maka harus daftar ulang.

Liburan Pesantren
Liburan pesantren diadakan dua kali dalam setahun setiap selesai semester, yaitu:
1. Tanggal 1 R. 'Awwal s/d. 10 R. 'Awwal (10 hari)
2. Tanggal 25 Romadlon s/d. 15 Syawwal (20 hari)

Idzin Keluar Komplek
Santri yang akan keluar komplek diluar waktu liburan hanya di perbolehkan pada hari Jum'at dan Sabtu untuk jarak jauh dan hari Ahad untuk jarak dekat dengan membawa surat idzin. Surat idzin tersebut dianggap sah apabila ditandatangani oleh Murobbi untuk jarak jauh, Pengurus Pesantren untuk jarak dekat, dan dicap/stempel Pesantren.

I. HARI JUM'AT MALAM SABTU :
1. KITAB TAFSIR IBRIS ( JUM'AT BAKDA SUBUH )
2. KITAB ADABUL ALIM WA MUTA'LIM
3. KITAB FATHUL QORIB
4. KITAB FASHALATAN
5. KITAB SAFINATUN NAJA
6. KITAB SULLAM TAUFIQ
7. KITAB MABADI'UL FIQHIYYAH JUZ 4
8. KITAB AL-BARJANJI
9. KITAB MINAHUST TSANIYYAH
10. KITAB AT-TIBYAN
11. KITAB NASHA'IHUL IBAD DAN MUJAHADAH RATIBUL HADAT

II. HARI SABTU MALAM MINGGU :

1. KITAB AT-TIBYAN
2. KITAB DALA'ILUL KHOIROT
3. KITAB QURROTUL UYUN
4. KITAB RAHABIYYAH
5. KITAB JURUMIYYAH ( SOROGAN PADA MINGGU PAGI )
6. KITAB-KITAB KILATAN LBM AL-MUAYYAD
7. KITAB NASHA'IHUL IBAD DAN MUJAHADAH RATIBUL HADAT

III. HARI MINGGU MALAM SENIN :
1. KITAB TAFSIR JALALAIN
2. KITAB IBNU AQIL ALFIYYAH
3. KITAB TAFSIR AL-FATIHAH
4. KITAB TAISIRUL KHALAQ
5. KITAB FASHALATAN
6. KITAB SAFINATUN NAJA
7. KITAB SULLAM TAUFIQ
8. KITAB MINAHUS TSANIYYAH
9. KITAB SHAHIH BUKHORI
10. KITAB RIYADHUS SHALIHIN
11. KITAB AT-TADZHIB ( MUSYAWARAH )
12. KITAB AL-ADZKAR AN-NAWAWI DAN MUJAHADAH RATIBUL HADAT

IV. HARI SENIN MALAM SELASA :
1. KITAB KASYIFATUS SAJA
2. KITAB QOWA'IDUL ASASIYYAH FI ULUMIL QUR'AN
3. KITAB TARGHIB WA TARHIB
4. KITAB JURUMIYYAH
5. KITAB MABADI'UL FIQHIYYAH ( BANDONGAN )
6. KITAB MABADI'UL FIQHIYYAH ( MUSYAWARAH )
7. KITAB SAFINATUN NAJA ( MUSYAWARAH )
8. KITAB LUBABUL HADIST
9. KITAB AT-TADZHIB ( MUSYAWARAH )
10. KITAB FATHUL QORIB ( MUSYAWARAH )
11. KITAB NASHA'IHUL IBAD DAN MUJAHADAH RATIBUL HADAT

V. HARI SELASA MALAM RABU :
1. KITAB TAFSIR MUNIR
2. KITAB BULUGHUL MARAM
3. KITAB AL-FATIHAH
4. KITAB TAISIRUL KHOLAQ
5. KITAB TARGHIB WA TARHIB
6. KITAB LUBABUL HADIST
7. KITAB SHAHIH BUKHORI
8. KITAB MABADI'UL FIQHIYYAH JUZ 4
9. KITAB MINHAJUL ABIDIN DAN MUJAHADAH ROTIBUL HADAT

VI. HARI RABU MALAM KAMIS :
1. KITAB TA'LIM MUTA'LIM
2. KITAB FATHUL MU'IN
3. KITAB ANWARUL BAHIROH DAN MUJAHADAH RATIBUL HADAT
4. SEMA'AN 30 JUZ RUTIN ( SETIAP MALAM KAMIS WAGE )

VII. HARI KAMIS MALAM JUM'AT :
1. PEMBACAAN BERSAMA MANAQIB SYAIKH ABDUL QODIR JAILANI
2. PEMBACAAN BERSAMA YASIN
3. PEMBACAAN BERSAMA MAULID AL-BARJANJI
4. PENGAJIAN AKBAR SANTRI RINDU ROSUL ( KHUSUS MALAM JUM'AT KLIWON )
5. SHALAT TAQWIYATUL HIFDZI DAN MUJAHADAH RATIBUL HADAT

SEMUA PELAKSANAAN PENGAJIAN KITAB DILAKSANAKAN BAKDA ISYA' ( KECUALI YANG DIBERI KETERANGAN KHUSUS DALAM TANDA KURUNG ) DAN SELESAI SEKITAR JAM 09.00 WIB.
INFO LEBIH LANJUT TENTANG NAMA PENGAMPU, TEMPAT DAN JUMLAH KELAS YANG DIBUKA. SILAKAN DATANG KE PONDOK PESANTREN AL-MUAYYAD ATAU HUBUNGI =
085728348451 ( Ustadz Ahmad Muhamad Mustain Nasoha ).

Sabtu, 25 Juni 2016

Kitab yg di pelajari

Matan Al-Awamil (Gramatika bahasa Arab/Nahwu)
Matan Al-jurmiyah (Gramatika bahasa Arab)
Awamil Banten (Gramatika bahasa arab)
Matan Bina (Ilmu shorof)
At-Ta’aruf (Pengantar Ilmu Tasawuf)
Tankihul Qaol (hadis-hadis pilihan)
Riyadusdolihin (hadis)
Mukhtarul Ahadiits (hadis-hadis pilihan)
Mabadi awwaliyah (pengantar ilmu ushul fikh)
As-sulam (Ushul fikh)
Qomiuttughyan (ilmu akhlak dan  teologi islam)
Tijan darari (ilmu teologi islam)
Fathul Qarib (ilmu fikh)
Riyadlul badi’ah (ilmu Fikh)
Syarah sittin (ilmu fikh)
Umdatussalik (ilmu fikh)
    Fathul Muin (ilmu Fikh)
bughyatul Mustarsyidin (Masalah-masalah fikh)
Al-Muhadzab
Nadzam maksud (ilmu Shorof)
Al-hullul Ma’qud (ilmu Shorof)
Alfiyah (ilmu nahwu-shorof)
Ibnu Aqil (sarah alfiyah)
Tafsir yasiin
Tafsir jalalen
Tafsir munir
Tafsir Al-Maroghi
Al-Itqon
Al-Burhan ilaa tajwiidil qur'an (ilmu tajwid)
Ta’limul Muta’allim
Irsyadul Ibad
Ihya Ulumiddin (Tasawuf)
Syarhul hikam (Tasawuf)
Tanbihul Mughtarrin (Tasawuf)
Al-Adzkar (Hadis dzikir)
Matan rahbiyyah (ilmu waris)
Al-jauharul maknun (ilmu balaghah)
Sullamul Nayyirain (ilmu falaq)
Mukhtashor syafii (ilmu lagu-lagu dalam syair arab)  

12 pan alat

Muqoddimah : 12 Fan Ilmu

Pada Muqoddimah pembahasan Basmallah pernah disinggung tentang Fan Ilmu yang 12. Kali ini saya akan mencoba menguraikan tentang apa saja komponen dari 12 fan ilmu tersebut beserta penjelasannya. Penjelasan ini didapatkan dari Blog tetangga yang saya kira penjelasannya bagus dan selaras dengan apa yang pernah saya dengar. Sebenarnya dulu saya pernah nulis tentang 12 fan ilmu ini, tapi catatannya hilang (lupa nyimpen.Hehehe...). Semoga artikel ini setidaknya mampu memberi gambaran tentang 12 fan ilmu yang masyhur di dunia Pesantren Salaf (ga tau sih kalo pesantren lain, untuk pesantren saya sangat masyhur meski yang dipelajari hanya sebagian kecil dar i 12 fan ilmu yang ada).

12 fan ilmu dirangkum dalam sebuah nadzom (namun kurang tau referensinya, hehe... yg tau mohon bantu). Berikut adalah Nadzomnya :

صرف بيان معانى نحو قفية   *   شعر عروض إشتقاق خط إنشاء

مناظرة والثانى عشرها لغة   *         تلك العلوم لها أداب الأسماء

1.    Shorof

Ilmu ini membahas tentang morfologi suatu kalimah (kata) dalam bahasa arab. Perubahan dari satu bentuk ke bentuk yang lain untuk menghasilkan ma’na yang dimaksud. Contoh dari Fi’il (kata kerja) Madli ke bentuk Fi’il Mudlori’, Mashdar (kata benda), Isim Fa’il (pelaku), Isim Maf’ul (kata benda objek), dan lainnya. Kitab Kuning yang  biasanya digunakan untuk mempelajari ilmu ini adalah Al Amtsilatut tashrifiyyah, Kailany, Fathul Khobirul Latif, Nadhm Maqshud, Zanjani, dan lain-lain.

2.    Bayan

Lebih sukar dari ilmu Shorof, ilmu ini membahas tentang majas dan perumpaman dalam bahasa arab. Seperti halnya ilmu Shorof, ilmu ini juga hanya membahas satu kalimah (kata) tanpa melihat hubungannya dengan kalimah yang lain. Misalnya dalam penggunaan lafadh Ashobi’ahum dalam ayatYaj’aluun Ashobi’ahum fi adzaanihim dalam surat Al Baqoroh. Kata ashobi’ahum tersebut tidak dima’nai sebagai “jari-jari mereka”, tapi dima’nai sebagai “ujung jari-jari mereka”. Karena gak mungkin kan memasukkan jari ke telinga, yang mungkin memasukkan ujungnya saja. Dalam ayat tersebut, ilmu Bayan menamainya dengan nama Majas, sering disebut termasuk bab min ithlaaqil kul wairodatil juz , yang disebutkan adalah bentuk keseluruhan (jari-jari), tapi yang dimaksud adalah sebagian (ujung jari-jari).

3.    Ma’ani

Mirip dengan ilmu Bayan, ilmu ini juga terasa lebih sukar. Pembahasan ilmu ini lebih ke penambahan ma’na yang timbul karena terjadi perubahan susunan kalimah bahasa arab. Jadi, ilmu ini tidak hanya membahas satu kalimah saja, tapi melihat hubungannya dengan kalimah yang lain. Misalnya pembuangan Mubtada dari struktur Mubatada Khobar dalam bahasa arab. Salah satu ma’na yang timbul adalah untuk Memuliakan objek yang ditunjuk oleh Mubtada tersebut.

4.    Nahwu

Ilmu ini mungkin yang lebih sering terdengar berpasangan dengan ilmu Shorof. Biasanya orang bilang ilmu Nahwu Shorof. Memang fenomena itu sudah dari dulu diungkapkan oleh ulama dahulu. Para ulama bahkan menyebutkan bahwa As Shorfu Ummul ‘Ulum wa Nahwu Abuha. Ilmu Shorof adalah ibunya segala ilmu dan Ilmu Nahwu adalah bapaknya. Ilmu ini membahas gramatikal bahasa arab seperti bagaimana status jabatan kalimah (kata) dalam suatu kalam (kalimat). Apakah dia menjadi Fa’il (pelaku/subjek), Maf’ul (objek), Na’at (sifat), dan lainnya. Seperti halnya ilmu Ma’ani, ilmu ini otomatis membahas keterkaitan suatu kalimah dengan kalimah yang lainnya. Contohnya lafadh Ar Rohman pada bacaan basmalah adalah Na’at dari lafadh Jalalah (Allah). Kitab yang biasa digunakan untuk mengkaji ilmu Nahwu adalah Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah, Kifaayatul Ashab, dan lain-lain.

5.    Qofiyah

Fan (ilmu) ini mengatur bagaiman ujung satar awal harus sama dengan ujung satar tsani dalam suatu bait. Satar adalah potongan setengah bait dari suaatu nadhm. Misalnya kita punya suatu Nadhm

Al Hamdulillahil ladzi qod waffaqo # Lil ‘ilmi khoiro kholqihi wa lit tuqo

Dari bait di atas, satu satar adalah dari Al Hamdulillah sampai waffaqo. Yang saya contohkan adalah Bahar Rojaz dimana satar awal harus sama rimanya dengan satar Tsani. Tapi, di bahar yang lain ketentuan itu berbeda.

6.    Syi’ir

Ilmu ini membahas tentang bagaimana cara membuat suatu Syi’iran tentunya dalam bahasa arab.

7.    ‘Arudl

Nah, tadi kita sedikit menyinggung masalah bahar. Dalam ilmu inilah istilah Bahar itu dipelajari. Bagaimana suatu nadhm bisa disusun dengan menggunakan enam belas bahar yang sudah ada. Salah satu kitab yang saya tahu adalah Mukhtashor Syafi.

8.    Isytiqoq

Pencetakan suatu lafadh dari lafadh yang lain adalah objek kajian ilmu ini. Jika kita ingin tahu, sebenarnya lafadh Allah-pun dicetak dari lafadh Ilahun setelah melalui perubahan-perubahan. Demikian pula dengan lafadh-lafadh yang lain. Dalam pembahasan di bab-bab artikel saya kedepan nanti, ilmu ini juga akan di dapatkan dalam praktiknya.

9.    Khot

Tulisan bahasa arab pun ada tata cara penulisannya. Nah, tata cara penulisan tersebut menjadi kajian ilmu ini. Dalam bahasa arab ada standar tujuh jenis tulisan, yaitu Naskhi, Kufi, Tsulusi, Riq’ah, Diwani, Diwani Jali, dan Farisi.

10.    Insya’

Ilmu ini membahas bagaiman membuat suatu kalam (kalimat) yang benar dalam bahasa arab. Biasanya latihan ilmu ini adalah dengan menyusun kalam dari runtutan kalimah yang sembarang.

11.    Munadzoroh

Kadang kala kita perlu ber-Munadhoroh (argumen) dengan pendapat orang lain. Nah, supaya argumen yang diungkapkan sesuai dengan aturan, dibuatlah ilmu ini.

12.    Lughoh

Ilmu ini membahas tentang mufrodat (kosa kata) dalam bahasa Arab. Semisal vocabulary dalam bahasa Inggris.

Itulah sedikit penjelasan mengenai 12 fan ilmu yang saya tahu (dari blog orang lain. Hehe...) Jika ada yang pernah mendengar versi yang lain, silakan ditulis di sini dengan memberi komentar.

Sejatinya, tidak hanya ilmu itu saja yang harus kita pelajari, masih banyak dan tidak akan bisa hitung jumlah ilmu yang harus kita pelajari, baik itu ilmu agama maupun sains.  Semoga Allah meng-Istiqomah-kan kita agar tetap setia menjadi Thoolibul ‘Ilmi. Karena keutamaan yang Allah tawarkan sangatlah besar bagi orang pencari ilmu.
وكن مستفيدا كل يوم زيادة   *    من العلم واسبح في بحور الفوائد

Jumat, 24 Juni 2016

Tes alat


Al-Ghifary

Rabu, 06 Februari 2013
Ilmu Ma'ani

ILMU MA'ANI
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Pada awalnya struktur ilmu balaghah belumlah lengkap seperti yang kita kenal sekarang ini. Setelah mengalami berbagai fase perkembangan dan penyempurnaan akhirnya disepakati bahwa ilmu ini membahas tiga kajian utama, yaitu ilmu bayân, ilmu ma’ani dan ilmu badi’. Dalam hal ini pennulis lebih menjelaskan ilmu ma’ani karena ilmu tersebutlah yang menjadi fokus kami di perkuliahan semester sekarang ini. Secara umum, sebenarnya tujuan ketiga cabang dai Ilmu Balaghah ini sama, yaitu bagamana cara mengungkapkan sesuatu yang indah sendan cara yang indah pula. Untuk itu, perlu pemahaman lebih lanjut mengenai keilmuan ini (ilmu ma’ani). Adapun fokos kajian ilmu ma’ani adalah membahas bagaimana kita mengungkapkan sesuatu ide fikiran atau perasaan ke dalam bahasa yang sesuai dengan konteksnya. Ilmu ini disusun untuk menjelaskan keistimewaan dan keindahan susunan bahasa Alquran dan segi kemukjizatannya dan juga disusun setelah muncul dan berkembangnya ilmu nahwu dan sharaf. Seiring berjalannya waktu, banyak perkembangan yang pesat terhadap keilmuan ini dan itulah yang akan kamu bahas dalam makalah ini selain pengertian dan tokoh-tokohnya.

B.     Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis mengambil rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.      Apa pengertian Ilmu Ma’ani?
2.      Bagaimana perkembangan Ilmu Ma’ani?
3.      Sebutkan tokoh-tokoh Ilmu Balaghah juga Ilmu Ma’ani?

C.    Tujuan
1.      Sebagai tugas kelompok
2.      Menjelaskan secara umum tentang Ilmu Ma’ani dari sumber yang ada (penyempurnaan informasi)

BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN       
            ( معانى ) merupakan bentuk jamak dari ( معنى ). Secara leksikal kata tersebut berarti maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu Bayan mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.
            Sedangkan menurut istilah Ilmu Ma’ani adalah sebagai berikut.
علم يعرف به أحوال اللفظ العربي التى بها يطابق مقتضى الحال
            "Ilmu untuk mengetahui hal-ihwal lafazh bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi."[1]
            Adapun yang dimaksud dengan hal ihwal lafazh bahasa Arab adalah model-model susunan kalimat dalam bahasa Arab, seperti penggunaan taqdîm atau ta’khîr, penggunaan ma’rifat atau nakirah, disebut (dzikr) atau dibuang (hadzf), dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi dan kondisi adalah situasi dan kondisi mukhathab, seperti keadaan kosong dari informasi itu, atau ragu-ragu, atau malah mengingkari informasi tersebut. Ilmu Ma’ani pertama kali dikembangkan oleh Abd al-Qahir al-Jurzani.
            Objek kajian ilmu bayan adalah kalimat-kalimat berbahasa Arab. Ditemukannya ilmu ini bertujuan untuk mengungkap kemukjizatan Alquran, hadits dan rahasia-rahasia kefasihan kalimat-kalimat bahasa Arab, baik puisi maupun prosa. Dengan melalui ilmu ini kita bisa membedakan kalimat-kalimat yang sesuai dengan situasi dan kondisinya, mengetahui kalimat-kalimat yang tersusun rapi, dan dapat membedakan antara kalimat yang baik dan jelek.
B.     OBJEK KAJIAN ILMU MA’ANI
            Sebagaimana didefinisikan oleh para ulama balaghah bahwa ilmu ma’ani bertujuan membantu agar seseorang dapat berbicara sesuai dengan muqtadhal hal. Agar seseorang dapat berbicara sesuai dengan muqtadhahl hal maka ia harus mengetahui bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa Arab. Kapan seseorang harus mengungkapkan dalam bentuk taqdîm, ta’khîr, washl, fashl, dzikr, hadzf, dan bentuk-bentuk lainnya.
            Objek kajian ilmu ma’ani hampir sama dengan ilmu nahwu. Kaidah-kaidah yang berlaku dan digunakan dalam ilmu nahwu berlaku dan digunakan pula dalam ilmu ma’ani. Dalam ilmu nahwu dibahas masalah taqdîm dan ta’khîr, hadzf, dan dzikr. Hal-hal tersebut juga merupakan objek kajian dari ilmu ma’ani. Perbedaan antara keduanya terletak pada wilayahnya. Ilmu nahwu lebihbersifat mufrad (berdiri sendiri), tanpa terpengaruh oleh faktor lain seperti keadaan kalimat-kalimat di sekitarnya. Sedangkan ilmu ma’ani lebih bersifat tarkîbi (tergantung kepada factor lain). Hasan Tamam menjelaskan bahwa tugas ahli nahwu hanya sebatas mengotak-ngatik kalimat dalam suatu jumlah, tidak sampai melangkah kepada jumlah yang lain.
            Kajian dalam ilmu ma’ani adalah keadaan kalimat dan bagian-bagiannya. Kajian yang membahas bagian-bagian berupa msunad-musnad ilaih dan fi’il muta’allaq. Sedangkan objek kajian dalam bentuk jumlah meliputi fashl, washl, îjaz, ithnab, dan musawat.
            Secara keseluruhan ilmu ma’ani mencakup ada delapan macam, yaitu:
1.    أحوال الإسناد الخبري
2.    أحوال المسند إليه
3.    أحوال المسند
4.    أحوال متعلقات الفعل
5.    القصر
6.    الإنشاء
7.    الفصل والوصل
8.    الإيجاز والإطناب والمساواة

C.    MANFAAT ILMU MA’ANI
            Ilmu ma’ani mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kalimat (jumlah) bahasa Arab dan kaitannya dengan konteks. Dengan mengetahui hal-hal tersebut kita bisa menyampaikan suatu gagasan atau ide kepada mukhathab sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dengan melihat objeknya mempelajari ilmu ini dapat memberi manfaat sbb:
a.       Mengetahui kemukjizatan Alquran berupa segi kebagusan penyampaian, keindahan deskripsinya, pemilihan diksi, dan penyatuan antara sentuhan akan dan qalbu.
b.      Menguasai rahasia-rahasia ketinggian dan kefasîhan bahasa Arab baik pada syi’ir maupun prosanya. Dengan mempelajari ilmu ma’ani kita bias membedakan mana ungkapan yang benar dan yang tidak, yang indah dan yang rendah, dan yang teratur dan yang tidak.
D.    PERKEMBANGAN
1.      Pra Turunnya Al-Qur’an
            Kelahiran dan pertumbuhan Balaghah (termasuk Ilmu Ma’ani) dikalangan masyarakat penggunanya bersifat arbitrer. Orang-orang Arab Jahiliyah pra turunnya Al-Qur’an telah dikenal sebagai ahli sastra yang kompeten. Mereka mampu menggubah lirik-lirik sya’ir atau bait-bait puisi yang mempesona yang menunjukkan kesadaran dan keahlian mereka dalam bidang sastra yang bernilai tinggi. Perhatikanlah misalnya apa yang diungkapkan oleh Umru al-Qais, salah seorang pujangga Arab Jahiliyah pada saat malam gelap gulita dimana kedua bola matanya sulit terpejam karena mendengar informasi tentang kematian sang ayah yang sangat dicintainya :
فقلت له لما تمطى بصلبه # وأردف أعجازا وناء بكلكل
            “Maka kukatakan kepadanya (malam) ketika ia menghimpitku dengan segenap tubuhnya dan menyesakkan dadaku dengan perasaan sedih dan duka cita yang tak terucapkan”.
            Duka nestapa dan kesedihan yang begitu abstrak diekspresikan dalam bentuk gaya bahasa yang figuratif dan indah sekali. Keindahan bahasa puisi tersebut jelas dan terasa sekali pada kemampuan si penggubahnya dalam menggambarkan hal-hal yang bersifat abstrak menjadi kongkrit, hingga seakan-akan dapat diraba keberadaannya.
            Dan resapi serta renungkanlah betapa indahnya gubahan beberapa lirik syai’r yang begitu puitis dalam menggambarkan keadaan yang dialami oleh penyair tatkala ia merasa begitu tersiksa secara psikis dan mental akibat rindu yang begitu mendalam terhadap sang kekasih yang sangat dicintainya. Namun karena adanya jarak yang menghalangi, maka mereka tidak pernah bisa bersua untuk mengobati kerinduannya. Akhirnya keluarlah dari mulut salah seorang diantara mereka lirik-lirik bait syair yang begitu indah untuk menggambarkan keadaan tersebut.
بكيت على سرب القطا إذ مررن بـي # فقلت ومـثـلي بالبكاء جـديـر
أ سرب القطا هل من يـعـير جناحه # لـعلي إلـى من قد هـويت أطـير
فـجاوبـنـي من فوق غصن أراكة # ألا كلـنـا يا مستـعـير نـعـير
فأي قـطاة لم تـعـرك جـنـاحـه # تـعـيـش بذل والجـنـاح كسـير
            “Aku menangisi sekawanan burung merpati tatkala mereka melintas dihadapanku, dan akupun bergumam: orang seperti diriku memang layak untuk menangis. Wahai kawanan burung merpati, Adakah diantara kalian yang sudi untuk meminjamkan sayapnya kepadaku, agar aku dapat terbang tuk menemui kekasih yang kucintai. Merekapun nyeletuk menjawab permintaanku dari atas ranting pohon arak, Hai orang yang bermaksud meminjam sayap kami, ketahuilah bahwa kami juga sebenarnya sekedar dikasih pinjam. Maka tidak ada seekor burung merpatipun yang rela tuk meminjamkan sayapnya, karena( jika itu terjadi) pasti ia akan hidup dalam keadaan hina dan sayapnya akan patah”.
            Perasaan rindu yang terpendam dan berkecamuk serta perasaan asmara yang bergejolak melahirkan perasaan sedih yang mendalam yang diekspresikan dengan cucuran airmata tertuang dalam gubahan syair tersebut dengan indah sekali. Keadaan tersebut diadukan kepada kawanan burung-dalam bentuk dialog personifikatif-yang dilihat oleh penyair sebagai kelompok makhluk yang beruntung karena dilengkapi dengan sayap yang membuat mereka dapat terbang kemanapun mereka suka. Tidak seperti diri penyair yang terisolir dan nasibnya yang terpasung tidak dapat pergi menemui sang kekasih yang sudah lama didambakannya.
            Perkembangan kesusastraan Arab pada era jahiliyah diwarnai oleh adanya perkembangan berbagai bentuk sastra, baik prosa maupun puisi yang dikembangkan oleh orang-orang Arab pada masa itu. Perkembangan tersebut didukung juga oleh adanya berbagai kegiatan yang berlangsung pada musim haji setiap tahunnya, dengan diadakannya berbagai perlombaan pidato dan perlombaan membaca sya’ir, yang diadakan di berbagai pusat kegiatan pada waktu itu, seperti di Suq ‘Ukkazh. Kegiatan-kegiatan seperti itu memberi peluang yang besar bagi para ahli sya’ir untuk mengembangkan bahasa dan gaya bahasa mereka dengan ungkapan-ungkapan yang menarik, baik dari segi zahir lafal, keindahan kata yang digunakan, maupun kandungan maknanya.
            Selanjutnya Ahmad Thib Raya mengutip pernyataan Syauqi Dheif menyatakan bahwa bangsa Arab pada masa jahiliyah tersebut telah mencapai tingkat tinggi dalam menggunakan balaghah dan bayan. Orang yang melakukan kajian yang serius dan mendalam terhadap sastra Arab jahiliyah, baik prosa maupun puisinya akan berdecak kagum terhadap produk-produk kesusastraan yang mereka miliki. Hal tersebut tampak jelas dari kemampuan mereka untuk mengekspresikan pikiran-pikiran mereka sampai ke tingkat yang lebih tinggi dalam dunia ke-fasih-an dan ke-balaghah-an.
            Prof. Dr. Abdul Fattah Lasyin menyatakan bahwa sastra Arab klasik pra turunnya al-Qur’an ini lebih banyak mengekspresikan sesuatu dalam bentuk tasybih, dan majaz saja, terutama isti’arah.
2.      Pasca Turunnya Al-Qur’an
            Sebagaimana dilihat sebelumnya bahwa keberadaan Balaghah pra turunnya al-Qur’an sudah demikian berkembang, lebih-lebih setelah turunnya al-Qur’an. Keindahan dan kelembutan berbahasa merupakan pokok kajian yang tak habis-habisnya, yang telah melahirkan banyak ungkapan-ungkapan yang indah dan bermakna dalam kepustakaan sastra, terutama setelah turunnya al-Qur’an yang merupakan salah satu inspirator dalam melahirkan keindahan dan kelembutan berbahasa tersebut.
            Dalam tradisi Islam, al-Qur’an dipandang sebagai salah satu sumber keindahan atau ke-balaghah-an bagi para penyair dan penulis prosa. Al-Qur’an, diakui oleh mereka sebagai puncak balaghag (nahj al-balaghah) dan merupakan model utama (al-namuzaj al-mitsli) dalam rujukan penggubahan syai’r.
            Kedudukan al-Qur’an begitu penting dan berpengaruh besar terhadap pola hidup, pola pikir, dan pola tutur umat Islam. Seluruh umat sepakat bahwa salah satu bentuk kemukjizatan al-Qur’an adalah keindahan bahasanya yang tak tertandingi oleh ungkapan manapun. Gagasan tentang nilai keindahan dan keluhuran tradisi sastra al-Qur’an tidak hanya diakui dalam diskursus kesusastraan dan kebahasaan, namun hal tersebut telah menjadi doktrin agama yang mendasar. Otentisitas al-Qur’an didasarkan atas ajaran ketidakmungkinan al-Qur’an untuk dapat ditiru oleh siapapun, baik dari sisi kandungannya, maupun sisi keindahannya. Itulah konsep I’jaz al-Qur’an, kemukjizatan al-Qur’an yang tak tertandingi. Tidak seorangpun manusia yang bisa membuat ungkapan-ungkapan yang serupa dengan al-Qur’an. Bahkan al-Qur’an sendiri selalu mengemukakan tantangan (al-tahaddi) kepada siapa saja yang meragukan otentisitasnya untuk mendatangkan ungkapan yang serupa dengannya walau hanya satu surat saja sebagaimana pernyataan Allah dalam ayat 23 surat al-Baqarah:
bÎ)ur öNçFZà2 ’Îû 5=÷ƒu‘ $£JÏiB $uZø9¨“tR 4’n?tã $tRωö7tã (#qè?ù'sù ;ou‘qÝ¡Î/ `ÏiB ¾Ï&Î#÷VÏiB (#qãã÷Š$#ur Nä.uä!#y‰ygä© `ÏiB Èbrߊ «!$# cÎ) öNçFZä. tûüÏ%ω»|¹ ÇËÌÈ 
            Artinya: “Dan jika kalian masih diselimuti keraguan tentang kebenaran apa (kitab) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka (coba) datangkanlah sekedar satu surat yang mirip dengannya dan ajaklah para pembantu kalian selain Allah (yang kalian anggap mampu) jika kalian benar-benar jujur”. (Q.S. Al-Bawarah: 23)
            Dan sesungguhnya mereka telah mengakui dan merasakan ketinggian dan keindahan bahasa al-Qur’an, sehingga diantara mereka ada yang meninggalkan syai’r karena lebih tertarik dengan keindahan bahasa al-Qur’an tersebut sebagaimana keterangan yang diperoleh dari Lubaid dan al-Khansa’ dua orang sastrawan dan pujangga besar masa tersebut.[14] Mereka juga berusaha keras untuk mencontoh bahasa Al-Qur’an dan mengembangkan nilai-nilai keindahannya dalam pembicaraan dan penulisan. Bahkan sebagian pakar sastra mencoba dengan sadar dan sekasama untuk menyamai bahkan melampaui keindahan al-Qur’an. Uapaya-upaya tersebut mereka lakukan untuk meladeni tantangan al-Qur’an yang begitu menggugah orang-orang yang memiliki keahlian dan keberanian di antara mereka, meski usaha tersebut tidak pernah berhasil. Tantangan al-Qur’an itu semakin menarik perhatian mereka disamping telah adanya rasa cinta terhadap keindahan dan ketinggian bahasa yang melekat kuat dalam jiwa mereka sejak masa pra turunnya al-Qur’an.
            Pengaruh al-Qur’an terhadap Balaghah ‘Arabiyyah tersebut begitu nyata. Hal tersebut ditandai dengan dijadikannya al-Qur’an sebagai objek kajian dalam diskursus-diskursus kebalaghahan yang melahirkan karya-karya besar seperti Kitab Majaz Al-Qur’an karya Abu ‘Ubaidah (w. 207 H) yang ditulis karena adanya ketidakpahaman Ibrahim bin Isma’il terhadap penggunaan tasybih dalam penggambaran sifat syajarat al-Zaqqum (makanan penduduk neraka) dalam firman Allah ayat 65 surat al-Shaffat :
$ygãèù=sÛ ¼çm¯Rr(x. â¨râäâ‘ ÈûüÏÜ»u‹¤±9$# ÇÏÎÈ 
            Artinya: “Mayangnya seperti kepala syaitan-syaitan”
            Sampai masa permulaan Islam ini keberadaan ilmu Balaghah sebagai suatu disiplin ilmu yang utuh seperti saat ini belum terkodifikasi, namun ia terus mengalami perkembangan sedikit demi sedikit. Diawali dengan kajian sastra terhadap beberapa sya’ir dan pidato-pidato orang Jahiliah, dilanjutkan dengan mengulas sya’ir dan sastra pada masa awal Islam, sampai kepada masa pemerintahan Daulah Umaiyah, ia terus mengalami perkembangan yang menggembirakan.
            Perkembangan Balaghah yang semakin baik tersebut ditandai dengan munculnya para tokoh yang kompeten dan karya-karya besar mereka pada abad ke-III H, seperti Abu ‘Ubaidah (w. 211 H), Ibnu Qutaibah (w. 276 H), Ibnu Hasan al-Rumani (w. 284 H), al-Farra’ (w.207 H), dan Al-Jahizh (w. 255 H). Abu ‘Ubaidah menyusun sebuah kitab tentang Majaz al-Qur’an yang bernama Ilmu Majazil Qur’an. Ibnu Quthaibah menulis kitab Ta’wil Musykil al-Qur’an, dan Al-Farra’ menulis kitab Ma’anil Qur’an yang meski kebanyakan berisi kajian ilmu Nahwu, tapi juga menyinggung kajian ilmu Balaghah. Sedangkan al-Rumani menyusun kitab An-Naktu Fi I’jazil Qur’an.[18] Dan Al-Jahizh dipandang sebagai tokoh yang sangat berjasa dalam sejarah perkembangan ilmu Balaghah secara umum dan ilmu Bayan secara khusus, lewat karya tulisnya yang berjudul al-Bayan wa al-Tabyin.
            Ilmu Balaghah terus mengalami perkembangan sehingga mencapai puncaknya pada abad ke-V H yang ditandai dengan semakin utuhnya kajian-kajian didalamnya yang tertuang dalam dua kitab yang disusun oleh Imam Abdul Qahir al-Jurjani (400-471 H). Kedua kitab tersebut adalah : Pertama, kitab Asrarul Balaghah yang berisi soal-soal majaz, isti’arah, tamtsil, tasybih dan lain-lain dari cabang Ilmu Ma’ani yang merupakan bagian dari Balaghah. Kedua, kitab Dala’ilul I’jaz, yang berisi tentang keindahan susunan kata dan konteksnya, dengan keindahan makna yang merupakan keistimewaan uslub Al-Qur’an yang menunjukkan kemukjizatannya.
            Kemudian disusul dengan kemunculan Imam As-Sakaki pada abad ke-VII H yang semakin mematangkan keberadaan Ilmu Balaghah sebagai disiplin Ilmu dengan memetakannya menjadi tiga cabang ilmu sebagai komponennya, yaitu Ilmu Ma’ani, Ilmu Bayan, dan Ilmu Badi’. Namun antara ilmu Bayan dan Ilmu Badi’ masih beliau gabung dalam satu ilmu dengan istilah Ilmu al-Mahasin yang terbagi ke dalam dua bagian, yaitu Al-Mahasin al-Lafziyyah dan Ma’nawiyyah. Beliau menyusun sebuah karya besar yang menguraikan ilmu tersebut disamping ilmu-ilmu pengetahuan bahasa Arab lainnya. Kitab tersebut dikenal dengan nama Miftahul ‘Ulum.
            Sedangkan pembagian ilmu Balaghah ke dalam tiga istilah (Ilmu Ma’ani, Bayan, dan Badi’) seperti yang dikenal sekarang dilakukan oleh Al-Khatib al-Qazwainy (w. 729 H) pada abad ke-VII H dalam karyanya yang bernama Talkhisul Miftah yang merupakan ringkasan dari kitab Miftahul ‘Ulum karya As-Sakaki.
E.     TOKOH-TOKOH
            Pada awalnya struktur ilmu balâghah belumlah lengkap seperti yang kita kenal sekarang ini. Setelah mengalami berbagai fase perkembangan dan penyempurnaan akhirnya disepakati bahwa ilmu ini membahas tiga kajian utama, yaitu ilmu bayân, ma’âni dan badî’. Ilmu bayân membahas prosedur pengungkapan suatu ide fikiran atau perasaan ke dalam ungkapan yang bervariasi. Ilmu ma’ani membahas bagaimana kita mengungkapkan sesuatu ide fikiran atau perasaan ke dalam bahasa yang sesuai dengan konteksnya. Tokoh pertama yang mengarang buku dalam bidang ilmu bayân adalah Abû Ubaidah dengan kitabnya Majâz Alquran. Beliau adalah murid al-Khalil. Dalam bidang ilmu ma’âni, kitab I’jâz Alquran yang dikarang oleh al-Jâhizh merupakan kitab pertama yang membahas masalah ini. Sedangkan kitab pertama dalam ilmu badî’ adalah karangan Ibn al-Mu’taz dan Qudâmah bin Ja’far. Pada fase berikutnya, munculah seorang ahli balâghah yang termashur,beliau adalah Abd al-Qâhir al-Jurzâni yang mengarang kitab Dalâil al-I‘jâz dalam ilmu ma’âni dan Asrâr al-Balâghah dalam ilmu bayân. Setelah itu muncullah Sakkâki yang mengarang kitab Miftah al-Ulûm yang mencakup segala masalah dalam ilmu balâghah. Selain tokoh-tokoh yang disebutkan di atas, masih banyak lagi tokoh yang mempunyai andil dalam pengembangan ilmu balâghah, yaitu:
1.      Hasan bin Tsabit, beliau seorang penyair Rasullullah saw. Orang Arab sepakat bahwa ia adalah seorang tokoh penyair dari kampung. Suatu pendapat menyatakan bahwa ia hidup selama 120 tahun; 60 tahun dalam masa Jahiliyah dan 60 tahun dalam masa keislaman. Ia meninggal pada tahun 54 H.
2.      Abu-Thayyib, beliau adalah Muhammad bin al-Husain seorang penyair kondang. Ia mendalami kata-kata bahasa Arab yang aneh. Syi’irnya sangat indah dan memiliki keistimewaan, bercorak filosofis, banyak kata-kata kiasannya dan beliau mampu menguraikan rahasia jiwa. Ia dilahirkan di Kufah, tepatnya di sebuah tempat bernama Kindah pada tahun 303 H, dan wafat tahun 354 H.
3.      Umru’ al-Qais, ia tokoh penyair Jahiliyah yang merintis pembagian bab-bab dan macam-macam syi’ir. Ia dilahirkan pada tahun 130 sebelum Hijriyah. Nenek moyangnya adalah para raja dan bangsawan Kindah. Ia wafat pada tahun 80 sebelum Hijriyah. Syi’ir-syi’irnya yang pernah tergantung di Ka’bah sangat masyhur.
4.      Abu Tammam (Habib bin Aus Ath-Tha’i), ia seorang penyair yang masyhur, satu-satunya orang yang mendalam pengetahuannya tentang maâni, fashahah al-syâir, dan banyak hafalannya. Ia wafat di Mosul pada tahun 231 Hijriyah.
5.      Jarir bin Athiyah al-Tamimi, ia seorang di antara tiga penyair terkemuka pada masa pemerintahan Bani Umayah. Mereka adalah al-Akhthal, Jarir, dan al- Farazdaq. Dalam beberapa segi ia melebihi kedua rekannya. Dia wafat pada tahun 110 H.
6.      Al-Buhturi, ia seorang penyair Bani Abasiyah yang profesional. Ketika Abu al- ‘A’la al-Ma’arri ditanya tentang al-Buhtury dia berkata, “Siapakah yang ahli syi’ir di antara tiga orang ini, Abu Tammam, al-Buhturi, ataukah al- Mutanabbi?” Ia menjawab, “Abu Tamam dan al-Mutanabbi keduanya adalah para pilosof; sedangkan yang penyair adalah al-Buhturi”. Dia lahir di Manbaj dan wafat di sana pada tahun 284 H.”
7.      Saif al-Daulah, ia adalah Abu al-Hasan Ali bin Abdullah bin Hamdan, raja Halab yang sangat cinta syi’ir. Lahir tahun 303, wafat tahun 356.
8.      Ibnu Waki’, ia seorang penyair ulung dari Baghdad. Lahir di Mesir dan wafat di sana pada tahun 393 H.
9.      Ibn Khayyath, ia seorang penyair dari Damaskus. Ia telah menjelajahi beberapa negara dan banyak mendapatkan pujian dari masyarakat yang mengenalnya. Ia sangat masyhur, karena karya-karyanya khususnya pada buku-buku syi’ir yang sangat populer. Ia wafat pada tahun 517 H.
10.  Al-Ma’arri, ia adalah Abu al-‘Ala’ al-Ma’arri. Dia seorang sastrawan, pilosof dan penyair masyhur, lahir di Ma’arrah (kota kecil di Syam). Matanya buta karena sakit cacar ketika berusia empat tahun. Dia meninggal di Ma’arrah pada tahun 449 H.
11.  Ibn Ta’awidzi, ia adalah penyair dan sastrawan Sibth bin at-Ta’awidzi. Wafat di Baghdad pada tahun 584 H, dan sebelumnya buta selama lima tahun.
12.  Abu Fath Kusyajin, ia seorang penyair profesional dan terbilang sebagai pakar sastra. Ia cukup lama menetap di Mesir dan berhasil mengharumkan negeri itu. Dia wafat pada tahun 330 H.
13.  Ibn Khafajah, ia seorang penyair dari Andalus. Ia tidak mengharapkan kemurahan para raja sekalipun mereka menyukai sastra dan para sastrawan. Ia wafat pada tahun 533 H.
14.  Muslim bin al-Walid, ia dijuluki dengan Shari’ al-Ghawani. Ia seorang penyair profesional dari dinasti Abbasiyah. Ia adalah orang yang pertama kali menggantungkan syi’irnya kepada Badî’. Dia wafat pada tahun 208 H.
15.  Abu al-‘Atahiyah, ia adalah Ishaq bin Ismail bin al-Qasim, lahir di Kufah pada tahun 130 H. Syi’irnya mudah di pahami, padat dan tidak banyak mengada-ada. Kebanyakan syi’irnya tentang zuhud dan peribahasa. Dia wafat pada tahun 211 H.
16.  Ibn Nabih, ia seorang penyair dan penulis dari Mesir. Ia memuji Ayyubiyyin dan menangani sebuah karya sastra berbentuk prosa buat Raja al-Asyraf Musa. Ia pindah ke Mishshibin dan wafat di sana pada tahun 619 H.
17.  Basysyar bin Burd, ia seorang penyair masyhur. Para periwayat menilainya sebagai seorang penyair yang modern lagi indah. Ia penyair dua zaman, Bani Umayah dan Bani Abasiyah. Dia wafat pada tahun 167 H.
18.  Al-Nabighah Al-Dzubyani, ia adalah seorang penyair Jahiliyah. Ia dinamai Nabighah karena kejeniusannya dalam bidang syi’ir. Ia dinilai oleh Abd al- Malik bin Marwan sebagai seorang Arab yang paling mahir bersyi’ir. Ia adalah penyair khusus Raja Nu’man Ibn al-Mundzir. Di zaman Jahiliyah, ia mempunyai kemah merah khusus untuknya di pasar tahunan Ukash. Para penyair lain berdatangan kepadanya, lalu mereka mendendangkan syi’irsyi’irnya untuk ia nilai. Ia wafat sebelum kerasulan Muhammad saw.
19.   Abu al-Hasan al-Anbari, ia seorang penyair kondang yang hidup di Baghdad. Ia wafat pada tahun 328 H. Ia terkenal dengan ratapannya kepada Abu Thahirbin Baqiyah, patih ‘Izz al-Daulah, ketika ia dihukum mati dan tubuhnyadisalib. Maratsi-nya (ratapannya) itu merupakan maratsi yang paling jarangmengenai orang yang mati disalib. Karena ketinggiannya, Izzud Daulahsendiri memerintahkan agar dia disalib. Dan seandainya ia sendiri yangdisalib, lalu dibuatkan maratsi tersebut untuknya.
20.  Syarif Ridha, ia adalah Abu al-Hasan Muhammad yang nasabnya sampaikepada Husain bin Ali as. Ia seorang yang berwibawa dan menjaga kesuciandirinya. Ia disebut sebagai tokoh syi’ir Quraisy karena orang yang pintar di antara mereka tidak banyak karyanya, dan orang yang banyak karyanya tidak pintar, sedangkan ia menguasai keduanya. Ia lahir di Baghdad dan wafat di sana pada tahun 406 H.
21.  Said bin Hasyim al-Khalidi, ia seorang penyair keturunan Abdul Qais. Kekuatan hafalannya sangat mengagumkan. Ia banyak menulis buku-buku sastra dan syi’ir. Ia wafat pada tahun 400 H.
22.  Antarah, ia adalah seorang penyair periode pertama. Ibunya berkebangsaan Ethiopia. Ia terkenal berani dan menonjol. Ia wafat tujuh tahun sebelum kerasulan Muhammad. Ibnu Syuhaid al-Andalusi, ia dari keturunan Syahid al-Asyja’i. Ia seorang pemuka Andalus dalam ilmu sastra. Ia dapat bersyi’ir dengan indah dan karya tulisnya bagus. Ia wafat di Kordova, tempat kelahirannya pada tahun 426 H. Al-Abyuwardi, ia adalah seorang penyair yang fasîh, ahli riwayat, dan ahli nasab. Karya-karyanya dalam bidang bahasa tiada duanya. Ia wafat di Ishbahan pada tahun 558 H. Abiyuwardi adalah nama kota kecil di Khurasan.
23.  Ibnu Sinan al-Kahfaji, ia adalah seorang penyair dan sastrawan yang berpendirian syi’ah. Ia diangkat menjadi wali pada salah satu benteng di Halab oleh Raja Mahmud bin Saleh, tetapi ia memberontak terhadap raja. Akhirnya ia mati diracun pada tahun 466 H.
24.  Ibnu Nubatah Al-Sa’di, ia adalah Abu Nashr Abd al-Aziz, seorang penyair ulung yang sangat lihai dalam merangkai dan memilih kata. Ia wafat pada tahun 405 H.




BAB III
PENUTUP
          
            Segala puji bagi Allah. Akhirnya makalah yang sederhana ini bisa terselesaikan. Meski begitu, masih banyak kesalahan, baik dalam tulisan ataupun lainnya yang berkaitan dengan maalah ini. Untuk itu, kami berharap kritik dan saran dari dari dosen maupun teman-teman yang membaca makalah ini.
            Adapun kesimpulan tentang pembahasan Ilmu Ma’ani ini yaitu:
( معانى ) merupakan bentuk jamak dari ( معنى ). Secara leksikal kata tersebut berarti maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu Bayan mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.
            Sedangkan menurut istilah Ilmu Ma’ani adalah sebagai berikut.
علم يعرف به أحوال اللفظ العربي التى بها يطابق مقتضى الحال
            "Ilmu untuk mengetahui hal-ihwal lafazh bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi."
            Secara umum seperti itulah Ilmu Ma’ani. Masih banyak pembahasn tentang ilmu ini baik dari segi objek kajiannya dan sebagainya. Untuk itu, kami hanya menjelasakan secara umum saja mengenai Ilmu Ma’ani ini, dari segi pengertian sampai tokoh-tokohnya yang itu pun tidak jauh berbeda dengan Ilmu Balaghah dan cabang ilmu lainnya (Ilmu Bayan dan Ilmu Badi’).








BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

B.A., Irbabullubab dan Dja’far Amir. Al-Balaghah 1, Surakarta: Toha Putra, 1969
Ilmu Balaghah, pdf

[1] Irbabullubab B.A dan Ustadz Dja’far Amir, Al-Balaghah 2, Surakarta: Toha Putra, 1969, hal. 6
Aly Al-Ghifary di Rabu, Februari 06, 2013
Berbagi

Tidak ada komentar:
Poskan Komentar


Beranda
Lihat versi web
Mengenai Saya
Foto Saya
Aly Al-Ghifary 

Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 17 Juni 2016

Tes 2


Kumpulan-kumpulan
artikel,diskusi,pengetahuan....?!? Apa yang kubaca,aku coba simpan disini,untuk sekedar mengingat.....
31 Oktober 2007
TAUHID atau Aqaidul iman 50
Aqaidul iman 50 ( Jawa: mu’taqot 50 ), yaitu kajian ilmu tauhid, sebagai dasar landasan utama pengenalan kepada Allah SWT, sebagai bahan masukan disini, bukan untuk membenarkan keyakinan saya dan menyalahkan yang lain atau sebaliknya, tapi sebagai tambahan ilmu, kalau dianggap baik, silahkan diambil, kalau tidak silahkan ditinggalkan, tidak ada paksaan, tidak ada judgment dan vonis.

Ilahi anta maqsudi, waridlaka matlubi
( Ya Allah, Hanya Engkaulah Tujuanku, dan hanya ridlamu yang aku harapkan )

Walillahil masyriqu wal maghribu, fa aynama tuwallu fatsamma wajhullah, Innallaha waasi’un ‘aliim ( QS al baqarah 115 )
( Dan kepunyaan Allah, belahan bumi timur dan barat, maka kemanapun tempat kamu menghadap, maka disitu engkau menghadap pada Dzat Allah, sesungguhnya Allah, Dzat yang maha luas dan Dzat yang maha mengetahui )

Awwalu wajibin ‘alal insani ma’rifatul ilahi bistiqani ( kitab az zubad, syeikh Ibnu Ruslan )
( Kewajiban paling awal, bagi setiap manusia adalah mengenal dan mengetahui Tuhannya dengan keyakinan yang jelas tanpa keraguan )

Bismillahirahmaniirrahiim

Aqaidul iman 50 ( Jawa : mu’taqot seket ; 50 )

Allah itu mempunyai sifat wajib,mustahil ( muhal ) dan sifat jaiz ( wenang )

Sifat wajib Allah ada 20 dibagi jadi 4 bagian
1. Sifat Nafsiyah
2. Sifat Salbiyah
3. Sifat Ma’ani
4. Sifat Ma’nawiyah

Sifat Nafsiyah : Sifat yang dinisbahkan kepada Allah yang maksudnya ada, yaitu sifat wujud
Sifat mustahil /lawannya ( muhal ) = adam, artinya tidak ada
Dalil : Allahulladzii khalaqas samaawati wal ardla wamaa baynahuma
( Yaitu Allah, Dzat yang menciptakan tujuh lapisan langi dan bumi dan segala sesuatu yang ada diantaranya )

Sifat Salbiyah :Sifat yang digunakan untuk menolak sesuatu yang tidak patut untuk dinisbahkan kepada Allah. Ada 5 sifat yaitu : Qidam,Baqo,Mukhalafatu lil hawaditsi, Qiyamuhu binafsihi, Wahdaniyah

Qidam = sudah sedia ada ( adanya tidak didahului oleh tidak adanya)
Jawa: gusti Allah iku mesti disek disek i ora ono sing disek I, kari ora ono kang ngareni.
Dalil : huwal awwalu wal akhiiru
Huwa yaitu Allah, al awwalu, Dzat yang awal, wal akhiiru dan Dzat yang akhir
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) qidam = huduts ( baru )

Baqo = kekal / tetap, tetap dan kekalnya tidak dari diam tidak dari gerak, sebab diam dan gerak itu pekerjaan makhluq
( jawa : tetep , tetepe ora songko obah ora songko meneng, sebab obah lan meneng iku penggawene makhluq )
Dalil : Wayabqaa wajhu rabbika dzul jalaali wal ikraam (Ar Rohman27)
Wayabqaa, dan tetaplah kekal, wajhu rabbika ,dzat Tuhanmu Muhammad, dzul jalaali yang mempunyai sifat keagungan, wal ikraam dan sifat kemulyaan.

Sifat mustahil/Lawan ( muhal ) baqo = fana ( rusak / binasa )

Mukhalafatu lil hawaditsi = berbeda dengan segala sesuatu yang baru ( makhluq ). Jawa: nulayani marang sekabehe barang kang anyar.
Perbedaannya yaitu tidak berbentuk ( ora jerem ), tidak berbadan ( ora jisim ), tidak seperti intan permata ( ora jauhar ), tidak ada rupa ( ora ‘arod ) tidak betingkat – tingkat ( ora juz ), tidak terbagi ( ora kul ), tidak ada dalam fikiran kita.
Dalil : laisa kamitslihi syaiun ( Asyuro 11 )
Laisa, tidak ada, yaitu kamitslihi seperti persamaanNYa Allah, Syaiun dari segala sesuatu

Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = mumtsalatu lil hawaditsi ( sama dengan yang baru )

Qiyamuhu binafsihi = Berdiri diatas Dzatnya sendiri
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = Ihtiyaju lighairihi, artinya mustahil jika Allah butuh tempat kepada sesuatu selainNya

Dalil : Innallaha La ghaniyyun ‘anil ‘alamin ( al ankabut : 6 )
Innallaha, sesungguhnya Allah, la ghaniyyun, nyata dzat yang maha kaya/tidak butuh apapun, ‘anil ‘alamiin, kepada semua alam
( tidak butuh tempat, tidak butuh waktu, tidak butuh apapun )

Wahdaniyah = Allah itu Dzat Esa / satu yang hakiki ( jawa : Gusti Allah iku mesti siji kang hakiki )
Esa Dzat, tidak kamuttasil, tidak kammunfasil
Esa sifat, tidak kamuttasil, tidak kammunfasil
Esa perbuatan, kamuttasil wajib, tidak kammunfasil
( jawa : siji Dzate, kamuttasil ora, kammunfasil ora
siji sifate, Kamuttasil ora, kammunfasil ora
siji panggawene, kamuttasil wajib, kammunfasil ora )

Esa Dzat, tidak kamuttasil artinya Dzat Allah itu tidak seperti bilangan yang dapat disebut seperti bulu, kulit otot, daging, tulang, sum sum, bukan itu.
Tidak Kammunfasil artinya : Dzat Allah itu tidak memakai bilangan yang pisah – pisah seperti jari tangan, jari kaki, bukan itu.

Esa sifat, tidak kamuttasil artinya sifat Allah itu tidak seperti warna yang dapat disebut merah, hijau, kuning, putih, hitam, biru dan seterusnya, bukan itu
Esa sifat, tidak kammunfasil artinya sifat Allah itu tidak seperti bilangan yang dapat dipisah pisah seperti tangan, kaki bukan itu.

Esa perbuatan ( jawa: siji panggawene ) kamuttasil wajib artinya perbuatan Allah itu pasti dapat ditemukan pada ciptaanNya
( jawa : Panngawene Gusti Allah iku mesti tetemu marang gawenane )

Esa perbuatan, tidak kammunfasil artinya Mustahil jika Allah itu sampai terpisah dengan perbuatan atau ciptaanNya

Sifat mustahil / lawan dari sifat Wahdaniyah = Muhal Ta’addud artinya mustahil jika Allah itu sampai memakai bilangan, seperti satu dalam artian bilangan

Dalil : Qul Huwallahu ahad
Qul; katakanlah Muhammad, Allahu yaitu Allah, itu Ahadun satu yang hakiki ( jawa: siji ngijeni kang hakiki )

Sifat Ma’ani : Artinya Allah sebelum menjadikan langit bumi seisinya ini, maka Allah sudah memiliki sifa Ma’ani yaitu Allah sudah kuasa, sudah berkehendak, sifat ma’ani ada 7 yaitu : Qudrat, Iradah, ‘Ilmu, Hayat, Sama’ , Bashar, Kalam

Qudrat = Kuasa
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = ‘Ajzun artinya Lemah ( jawa: apes )
Dalil : Innallaha ‘ala kulli syain qadiir ( Qs Albaqarah 20 )
Innallaha, sesungguhnya Allah, ‘ala kulli Syain diatas segala sesuatu, Qadiruun, Kuasa

Iradat = Allah itu mempunyai kehendak / Berkehendak
Sifat Mustahil/lawan (muhal) = Karohah artinya Mustahil kalau sampai Allah itu terpaksa menuruti kehendak Makhluq ( jawa: kasereng )
Dalil : Fa’aalul lima yuriidu ( Qs Al buruj 16 )
( Dzat yang banyak mencipta segala sesuatu menurut kehendakNya )

‘Ilmu = Allah Maha mengetahui ( Jawa : Ngudaneni )
Sifat Mustahil / lawan ( muhal ) = Jahlun artinya, mustahil jika Allah itu bodoh
Dalil : Innallaha ‘alimun bidzaatish shuduuri ( Qs Al Imron 119 )
Innallaha, sesungguhnya Allah, ‘aliimun, Dzat yang maha mengetahui, bidzaatish shuduuri, diatas orang – orang yang memiliki beberapa macam keadaan hati
( jawa: Setuhune Gusti Allah iku ngudaneni kelawan wong kang anduweni piro – piro ati )

Hayat = Allah itu maha hidup, hidupNya tidak pakai nyawa, tidak pakai sukma
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = Mautun artinya mustahil jika Allah sampai mati.
Dalil : Watawakkal ‘alal hayyilladzii laa yamuutu ( Qs Al Furqan 58 )
Watawakkal, dan bertawakal/pasrah lah engkau Muhammad, kepada Hayyilladzii, Dzat yang maha hidup, laa yamuutu, yang tidak akan mati.

Sama’ = Allah Maha mendengar, mendengarNya tidak pakai telinga ( Jawa : ngerungu, ngerungune ora nganggo kuping )
Sifat mustahil/lawan ( muhal ) = Shomamun, artinya mustahil jika Allah itu tuli
Dalil : Innallaha Samii’un ‘aliim ( Qs Al Imron 34 )
Innallah, sesungguhnya Allah, itu Samii’un, Dzat yang maha mendengar, ‘aliimun dan Dzat maha mengetahui.

Bashar = Allah Maha melihat, melihatNya tidak pakai mata ( Jawa: Gusti Allah iku mesti ningali, ningalane ora nganggo meripat )
Sifat mustahil/lawan ( muhal ) = ‘Umyun artinya mustahil jika Allah buta
Dalil : Wallahu bashiirun bimaa ta’maluna ( Qs Al Hujurat 18 )
( Dan Allah itu Dzat yang maha melihat atas segala sesuatu perbuatan yang kamu lakukan )

Kalam = Allah itu maha berfirman ( berkata – kata ) berkata –katanya Allah tidak pakai suara dan aksara (jawa: Gusti Allah mesti dawuh, dawuhe ora nganggo suoro, ora nganggo aksoro )
Sifat mustahil / lawan ( muhal ) = bukmun artinya mustahil jika Allah itu dzat yang bisu
Dalil : Wakalamallahu Muusa takliiman
Wakalamallahu, dan telah berfirman / berbicara Allah, Muusa kepada nabi Musa, takliiman dengan sebenar – benar berbicara / berfirman.

Sifat Ma’nawiyah : Setelah menjadikan langit bumi sesisinya, Allah mempunyai sifat ma’nawiyah artinya Allah itu Yang Kuasa, Yang berkendak dan seterusnya, sifat ma’nawiyah ada 7 yaitu : Qadiran, Muridan, Aliiman, Hayyan, Samii’an, Bashiiran, Mutakalliman.

Kaunuhu Qadiran = adanya Allah itu Dzat yang Kuasa
Sifat mustahil / lawan = ‘Ajizan artinya mustahil Allah dzat yang lemah
Dalil = sifat qudrat

Kaunuhu Muriidan = adanya Allah itu dzat yang berkehendak
Sifat mustahil / lawan = Karihan artinya mustahil Allah dzat yang tidak berkehendak ( menuruti kehendak makhluq )
Dalil = dalil sifat iradat

Kaunuhu Aliiman = Adanya Allah itu Dzat yang maha mengetahui
Sifat mustahil / lawan = Jahilan artinya mustahil Allah dzat yang bodoh
Dalil = dalil sifat ‘ilmu.

Kaunuhu Hayyan = adanya Allah itu dzat yang maha hidup
Sifat mustahil / lawan = mayyitan artinya mustahil Allah dzat yang mati
Dalil = dalil sifat hayat.

Kaunuhu samii’an = adanya Allah itu dzat yang maha mendengar
Sifat mustahil / lawan = Ashomma artinya mustahil Allah dzat yang tuli
Dalil = dalil sifat sama’

Kaunuhu Bashiiran = adanya Allah itu dzat yang maha melihat
Sifat mustahil / lawan = a’ma artinya mustahil Allah dzat yang buta
Dalil = dalil sifat bashar.

Kaunuhu Mutakalliman = adanya Allah itu dzat yang maha berbicara
Sifat mustahil / lawan = Abkama artinya mustahil Allah dzat yang bisu
Dalil = dalil sifat kalam.

Sifat Jaiz ( kewenangan ) Allah ada satu dijabarkan jadi 5, ditambah sifat mustahilnya 5 jadi 10
1.Allah menjadikan langit bumi seisinya kewenangan Allah, mustahil jika Allah menjadikan langit bumi seisinya wajib
2.Allah menjadikan langit bumi seisinya tidak berharap manfaat, mustahil jika berharap manfaat
3.Allah menjadikan langit bumi seisinya, langit bumi seisinya ini tidak punya daya kekuatan, mustahil jika punya daya kekuatan
4.Allah menjadikan langit bumi seisinya, langit bumi sesisinya tidak punya daya watak / sifat
5Allah menjadikan langit bumi seisinya ini baru, mustahil jika qidam

Aqaidul iman 50 dibagi jadi 2 yaitu :
1. Istighna’
2. Iftiqar

Istighna’ angkullima siwaahu artinya Allah itu maha kaya, tidak butuh sesuatu selainNya, sifatnya ada 28 ( termasuk sifat wajib, mustahil dan jaiz ) yaitu : wujud, qidam,baqa, mukhalafatu lil hawaditsi, qiyamuhu binafsihi, sama’, bashar, kalam, samii’an, bashiiran, mutakalliman ( 11 ) , sifat mustahilnya 11, jadi 22,
sifat jaiz 3 ( yaitu no 1- 3 diatas ) ditambah mustahil jaiznya 3, jadi 6
22 ditambah 6 = 28

Istighna’ sendiri dibagi menjadi 5
1. Istighna’ fa’il : Allah maha kaya, tidak butuh pada perbuatan ( jawa: ora butuh
marang gawe ) sifatnya yaitu : wujud, qidam, baqa, mukhalafatu lil hawaditsi
2. Istighna’ mahal : Allah maha kaya, tidak butuh pada tempat, sifatnya yaitu qiyamuhu binafsihi
3. Istighna’ mukammil : Allah maha kaya, tidak butuh pada sesuatu yang menyebabkan sempurna, sifatnya yaitu sama’ bashar, kalam, samii’an, bashiiran, mutakalliman
4. Istighna’ maf’ul : Allah maha kaya, tidak butuh pada ciptaanNya, sifatnya sifat jaiz no 1 dan 2, ditambah sifat mustahil dari sifat jaiz tersebut.
5. Istighna’ washitoh : Allah maha kaya, tidak butuh pada lantaran, sifatnya sifat jaiz no 4 ditambah sifat mustahil dari sifat jaiz tersebut.

Iftiqar kullima ‘adaahu ilahi : setiap sesuatu selain Allah pasti butuh pada Allah
terdiri dari 22 sifat ( wajib, mustahil, jaiz ) Yaitu : qudrat, iradat, ilmu, hayat, qadiran, muriidan, ‘aliiman, hayyan, samii’an, wahdaniyah ( 9 sifat ) mustahilnya 9 sifat, ditambah sifat jaiz no 4 dan 5, serta sifat mustahil bagi sifat jaiznya 2, jadi jumlahnya 22 sifat.

Istighna’ 28 sifat , dibagi jadi 2
1.Sifat kamal artinya sempurna, terdiri dari 12 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )
2.Sifat Jamal artinya indah, terdiri dari 16 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )

Iftiqar 22 sifat dibagi jadi 2
1.Sifat Jalal, artinya Agung, terdiri dari 10 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )
2.Sifat Qohar, artinya Perkasa, terdiri dari 12 sifat ( wajib, mustahil, jaiz )

Istghna’ 28 sifat ditambah iftiqar 22 sifat disebut aqaidul iman 50

Semua sifat diatas terangkum dalam kalimah tauhid :
Laa ilha illa Allah

Laa, mengandung sifat kamal 12
Ilaha, mengandung sifat jamal 16
Illa, mengandung sifat jalal 10
Allahu, mengandung sifat qohar 12
Jumlah 50 sifat.

Huruf kalimah tauhid laa ilaha illa Allah, 12 huruf
Lam, lafad Laa, artinya tidak ada yang lainnya
Alif, lafad laa, mustahil jika Allah ada yang lainnya lagi.
Alif, lafad ilaha, itsbat iradat artinya tetap pada kehendak Allah
Lam, lafad ilaha, Nafi mujtahid nakiroh, artinya hati – hati jangan berharap pada Tuhan yang lain, kecuali Allah.
Ha, lafad ilaha, itsbat ahadiyah, tetap satu/esa dzat Allah
Alif, lafad illa, itsbat hidayah, tetap petunjuk dari Allah
Lam, lafad illa, lam nafi ‘ubudiyah, artinya tidak ada sesembahan selain Allah
Alif, lafad illa, artinya mustahil jika ada sesembahan selain Allah.
Alif, lafad Allahu, itsbat wahdiyah, tetap satu hakiki sifat Allah
Lam awwal, lafad Allah, itsbat ta’dim artinya tetap keagungan milik Allah
Lam tsani, lafad Allah, mustahil jika Allah itu tidak bersifat agung.
Ha, lafad Allah itsbat Hawiyah, artinya tetap keluasan milik Allah

Huruf Lafad Allah itu ada 4, menunjukkan kalau ilmu ada 4 yaitu :
1. Ilmu Syari’at
2. Ilmu Thoriqoh
3. Ilmu haqiqah
4. Ilmu Ma’rifah

Ilmu syari’at
artinya aturan tempatnya di lisan, orangnya harus mempunyai niat, ibadah wudlunya dengan air, sholatnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, yang mengerjakan 7 anggota badan

Ilmu Thoriqah
Artinya jalan atau perjalanan, tempatnya di hati, orangnya harus berbuat atau beramal, ibadah wudlunya meninggalkan sifat dengki atau hasud, sholatnya menampakkan sifat belas kasih sesama makhluq, yang mengerjakan hati

Ilmu Haqiqah
Artinya Nyata, tempatnya di ruh atau nyawa, orangnya harus meninggalkan perasaan bisa ( jawa : tinggal rumongso ) ibadah wudlunya harus tinggal takabbur, ujub dan sombong, sholatnya menampakkan sifat sabar yang mengerjalan ruh.

Ilmu ma’rifah
Artinya mengerti / mengetahui, tempatnya ada di rasa ( jawa: pangeroso ) orangnya harus ngerti, ibadah wudlunya tenang ( jawa : anteng ) sholatnya harus sungguh – sungguh ( khusyuk dan mudawamah / terus menerus tanpa mengenal waktu ) yang mengerjakan rasa (jawa: pangeroso )

Macam Syahadat :
1.Syahadat Mutaawwilah artinya syahadat yang pertama, Syahadatnya Allah
sendiri
Bunyinya : Innanii anallahu laa ilaha illa ana ( Qs Thoha 14 )
( Sesungguhnya Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku )

2.Syahadat Mutawashitoh artinya Syahadat yang tengah – tengah, seperti
syahadatnya malaikat, para nabi dan rasul dan para orang mukmin semua
yaitu : Asyahadu anlaa ilaha illallah
dasar dalil : Syahidallahu annahu laa ilha illa huwa wal malaikatu wa ulul ‘ilmi
( QS Al Imron 18 )

3.Syahadat Muta akhirah artinya syahadat yang terakhir yaitu syahadat umum
orang islam semua

Syarat orang membaca syahadat harus memenuhi 3 perkara
1.Nur Hidayah, barang siapa yang mendapat nur hidayah akan dijaga dari sifat
musyrik dan perilaku syirik
2.Nur Inayah, barang siapa yang mendapat nur inayah maka akan dijaga dari
dosa besar
3.Nur kifayah, barang siapa mendapat nur kifayah maka akan dijaga dari
bersitan hati yang kotor dan jelek.

Sempurnanya iman harus meninggalkan 4 perkara yaitu :
1.harus meniadakan pertanyaan kaifa ? ( Bagaimana Allah )
2.harus meniadakan pertanyaan, kam ? ( berapa Allah )
3.harus meniadakan pertanyaan ma ta ? ( kapan Allah itu ada )
4.harus meniadakan pertanyaan ayna ? ( dimana allah )

artinya selama kita masih mempunyai keraguan atas pertanyaan diatas, dan belum mendapat jawaban, maka itu tanda iman kita belum sempurna.

Tanda islam itu ada 4 yaitu :
1. Mengaku lemah dan fakir dihadapan Allah
2. Suci lisan dari bohong
3. Suci badan dari najis
4. Suci perut dari barang haram

Rusaknya Islam itu ada 4 perkara
1. Melakukan amal perbuatan tanpa ilmu, tidak tahu wajib, sunnah atau
wenang
2. Mengerti ilmu tapi tidak mau beramal
3. Tidak mengerti atau tidak tahu, tapi tidak mau bertanya
4. Menghalang – halangi dan menjelekkan orang yang mencari kebaikan karena
Allah

Wallahu ‘alam bishawab.

Hanya untuk referensi :
1.Untuk aplikasi / penerapan tauhid dalam kehidupan sehari – hari,
kitab rujukan al hikam, Syeikh Ibnu Athaillah al iskandari
2.Untuk pendalaman tauhid, kitab rujukan, Al insan al kamil, syeikh Abdul karim ibnu ibrahim al jilli, kasyful mahjub ( syeikh Al hujwiri ), Jami’ al ushul fi al auliya,
3.kitab pendukung tassawuf, Risalah al qusyairiyah ( syeikh abul qasim al Qusyairy), Al fath al rabbani, Sirrul al Asraar ( syeikh Abdul Qadir al Jailani ), Minhaj Al ‘Abidin ( Syeikh Imam Al Ghazali ), Minahus Saniyah ( syeikh Abdul wahab asy sya’rani )

sumber Gus Djat,kaskus.us
indra Tgl 31.10.07

13 komentar:

darus salamSelasa, Maret 26, 2013 8:27:00 PM
alhamdulillahil ladzi hadana lihadza...
Syukron katsir ust, saya merasa mndapat ilmu yg paling brmanfaat. JazaakAllohu khoiron katsiro

Balas

AnonimSenin, April 01, 2013 12:06:00 PM
Slm.ustz mnta ijin utk dibca .

Balas

Anex GherlandSenin, April 08, 2013 7:14:00 PM
Subbhanalloh...haturnuhun gan atas ilmunya smoga bermanfaat bagi kita smua..amiin

Balas

fayadz van eenzeseendrieJumat, Maret 28, 2014 6:29:00 AM
Makasih ust

Balas

AnonimSelasa, Juni 17, 2014 2:46:00 PM
M

Balas

Taofik HidayatSenin, November 24, 2014 4:42:00 PM
Maaf kalo hadist ini artinya apa ya awwalu wajibin 'ala kulli mukallafin ma'rifatullah?

Balas
Balasan

Bang HafidzSenin, Februari 22, 2016 6:12:00 AM
Yang pertama2 wajib bagi setiap orang mukallaaf mengetahui Allaah (sifat wajib Allaah)

Bang HafidzSenin, Februari 22, 2016 6:12:00 AM
Yang pertama2 wajib bagi setiap orang mukallaaf mengetahui Allaah (sifat wajib Allaah)

Balas

RAYteaMinggu, Maret 08, 2015 4:50:00 PM
Semoga mendapat hikmah

Balas

RAYteaMinggu, Maret 08, 2015 4:51:00 PM
Semoga mendapat hikmah

Balas

CcuandaSelasa, Maret 10, 2015 8:26:00 AM
subhanallok sungguh ilmu yang bermanfaat

Balas

CcuandaSelasa, Maret 10, 2015 8:28:00 AM
semoga mendapat hikmah

Balas

Didin DominicKamis, Januari 07, 2016 8:22:00 AM
Njenengan ngaos tenpundi...

Balas



Beranda
Lihat versi web
Diberdayakan oleh Blogger.

Selasa, 14 Juni 2016

Penyakit org yg sudah menikah

PENYAKIT ORANG YANG SUDAH MENIKAH ADA TIGA:
1. Susah mencari rizqi yang halal di daerah sendiri.
2. Tidak sabar menghadapi tingkah laku yang tidak baik dari istrinya.
3. Adanya istri dan anak menjadikannya lalai kepada Allah Subhanahu wata'ala.
Maka untuk menanggulanginya ada TIGA cara agar pasangan suami-istri langgeng:
1. Istiqomahkan NGAJI.
2. Perbanyak SEDEKAH.
3. Lazimkan Ibadah WAJIB dan SUNNAH.
*Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i.