Minggu, 31 Januari 2016

Doa2 Sujud

BACAAN SUJUD TILAWAH, SUJUD SAHWI DAN SUJUD SYUKUR.

SUJUD TILAWAH

Sujud tilawah yaitu sujud karena membaca atau mendengar ayat-ayat Al-Qur’an tertentu, yakni yang dinamakan ayat-ayat sajadah. Bacaan sujud tilawah

:سَجَدَ وَجْهِى لِلَّذِى خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ“

Sajada wajhi lilladzi kholaqohu, wa showwarohu, wa syaqqo sam’ahu, wa bashorohu. Tabarakallahu ahsanul kholiqiin.”

Artinya:”Wajahku bersujud kepada Penciptanya, yang Membentuknya, yang Membentuk pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah Sebaik-baik Pencipta.”

SUJUD SAHWI

Sujud sahwi yaitu sujud yang dilakukan orang yang shalat, sebanyak dua kali untuk menutup kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan shalat, baik kekurangan raka’at, kelebihan raka’at, atau karena ragu-ragu yang disebabkan karena lupa.

Bacaan sujud sahwi

:سبحان الذي لا ينام ولا يسهو”

Subhaa nalladzi laa yanaa mu wa laa yas hu”

Artinya:“Maha Suci Allah yang tidak tidur dan tidak lupa.”

SUJUD SYUKUR

Sujud syukur yaitu sujud yang dilakukan karena kita menerima kenikmatan atau mendengar berita yang menggembirakan. Bacaan sujud syukur

:سُبْحَانَكَ اَللَّهُمَّ اَنْتَ رَبِّي حَقَّا حَقَّا، سَجَدْتُ لَكَ يَارَبِّ تَعَبُّدًا وَرِقًّا. اَللَّهُمَّ اِنَّ عَمَلِي ضَعِيْفٌ فَضَاعِفْ لِي. اَللَّهُمَّ قِنِي عَذَابَكَ يَوْمَ تُبْعَثُ عِبَادُكَ وَتُبْ عَلَيَّ اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.”

Subhânakallâhumma Anta Rabbî haq-qan haqqâ, sajadtu laka yâ Rabbî ta-’abbudan wa riqqâ. Allâhumma inna ‘amalî dha’îfun fadha’i lî. Allâhumma qinî ‘adzâbaka yawma tub’atsu ‘ibâduka wa tub ‘alayya innaka Antat tawwâbur Rahîm.”

Artinya:”Maha Suci Engkau. Ya Allah, Engkaulah Tuhaku yang sebenarnya, aku sujud kepada-Mu ya Rabbi sebagai pengabdian dan penghambaan. Ya Allah, sungguh amalku lemah, maka lipat gandakan pahalanya bagiku. Ya Allah, selamatkan aku dari siksa-Mu pada hari hamba-hamba-Mu dibangkitkan, terimalah taubatku, sesunguhnya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang.”

Sabtu, 16 Januari 2016

Bercanda Ala Rasulullah


Bercanda Ala Rasulullah


LQ - Sesungguhnya segala puji bagi Allah semata, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan serta bertaubat kepada-Nya. Kami berlindung kepada-Nya dari kejelekan jiwa-jiwa kami dan dari keburukan amal perbuatan kami.

Shalawat dan salam semoga tercurah atas beliau, atas keluarga dan segenap sahabat beliau serta orang-orang yang mengikuti petunjuk beliau sampai hari Kemudian kelak. Amma ba'du.

Saudaraku seiman, berbeda dengan sabar yang tidak ada batasnya, maka bercanda ada batasnya. Tidak bisa dipungkiri, di saat-saat tertentu kita memang membutuhkan suasana rileks dan capek sehabis bekerja. Hal ini tidak dilarang selama tidak berlebihan.

Para sahabat bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai, Rasullullah! Apakah engkau juga bersendau gurau bersama kami?” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab dengan sabdanya, “Betul, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Imam Ahmad. Sanadnya Shahih)



~Seorang sahabat mendatangi Rasulullah SAw, dan dia meminta agar Rasulullah SAW membantunya mencari unta untuk memindahkan barangnya. Rasulullah berkata: “Kalau begitu kamu pindahkan barang-barangmu itu ke anak unta di seberang sana”.

Sahabat bingung bagaimana mungkin seekor anak unta dapat memikul beban yang berat. “Ya Rasulullah, apakah tidak ada unta dewasa yang sekiranya sanggup memikul barang-barang ku ini?”

Rasulullah menjawab, “Aku tidak bilang anak unta itu masih kecil, yang jelas dia adalah anak unta. Tidak mungkin seekor anak unta lahir dari ibu selain unta” Sahabat tersenyum dan dia-pun mengerti canda Rasulullah. (Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud dan At Tirmidzi. Sanad sahih)

~Seorang perempuan tua bertanya pada Rasulullah: “Ya Utusan Allah, apakah perempuan tua seperti aku layak masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Ya Ummi, sesungguhnya di surga tidak ada perempuan tua”.

Perempuan itu menangis mengingat nasibnya, Kemudian Rasulullah mengutip salah satu firman Allah di surat Al Waaqi’ah ayat 35-37 “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya”. (Riwayat At Tirmidzi, hadits hasan)

~Seorang sahabat bernama Zahir, dia agak lemah daya pikirannya. Namun Rasulullah mencintainya, begitu juga Zahir. Zahir ini sering menyendiri menghabiskan hari-harinya di gurun pasir. Sehingga, kata Rasulullah, “Zahir ini adalah lelaki padang pasir, dan kita semua tinggal di kotanya”.

Suatu hari ketika Rasulullah sedang ke pasar, dia melihat Zahir sedang berdiri melihat barang-barang dagangan. Tiba-tiba Rasulullah memeluk Zahir dari belakang dengan erat. Zahir: “Heii……siapa ini?? lepaskan aku!!!”, Zahir memberontak dan menoleh ke belakang, ternyata yang memeluknya Rasulullah.

Zahir-pun segera menyandarkan tubuhnya dan lebih mengeratkan pelukan Rasulullah. Rasulullah berkata: “Wahai umat manusia, siapa yang mau membeli budak ini??” Zahir: “Ya Rasulullah, aku ini tidak bernilai di pandangan mereka” Rasulullah: “Tapi di pandangan Allah, engkau sungguh bernilai Zahir.

Mau dibeli Allah atau dibeli manusia?” Zahir pun makin mengeratkan tubuhnya dan merasa damai di pelukan Rasulullah. (Riwayat Imam Ahmad dari Anas ra)

~Suatu ketika, Rasulullah saw dan para sahabat ra sedang ifthor. Hidangan pembuka puasa dengan kurma dan air putih. Dalam suasana hangat itu, Ali bin Abi Tholib ra timbul isengnya. Ali ra mengumpulkan kulit kurma-nya dan diletakkan di tempat kulit kurma Rasulullah saw.

Kemudian Ali ra dengan tersipu-sipu mengatakan kalau Rasulullah saw sepertinya sangat lapar dengan adanya kulit kurma yang lebih banyak. Rasulullah saw yang sudah mengetahui keisengan Ali ra segera “membalas” Ali ra dengan mengatakan kalau yang lebih lapar sebenarnya siapa? (antara Rasulullah saw dan Ali ra). Sedangkan tumpukan kurma milik Ali ra sendiri tak bersisa. (HR. Bukhori, dhoif)

~Aisyah RA berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah SAW dalam suatu perjalanan, saat itu tubuhku masih ramping. Beliau lalu berkata kepada para sahabat beliau, ”Silakan kalian berjalan duluan!”

Para sahabat pun berjalan duluan semua, kemudian beliau berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.” Aku pun menyambut ajakan beliau dan ternyata aku dapat mendahului beliau dalam berlari.

Beberapa waktu setelah kejadian itu dalam sebuah riwayat disebutkan:”Beliau lama tidak mengajakku bepergian sampai tubuhku gemuk dan aku lupa akan kejadian itu.”-suatu ketika aku bepergian lagi bersama beliau.

Beliau pun berkata kepada para sahabatnya. “Silakan kalian berjalan duluan.” Para sahabat pun kemudian berjalan lebih dulu. kemudian beliau berkata kepadaku, “Marilah kita berlomba.”

Saat itu aku sudah lupa terhadap kemenanganku pada waktu yang lalu dan kini badanku sudah gemuk. Aku berkata, “Bagaimana aku dapat mendahului engkau, wahai Rasulullah, sedangkan keadaanku seperti ini?” Beliau berkata, “Marilah kita mulai.” Aku pun melayani ajakan berlomba dan ternyata beliau mendahului aku. Beliau tertawa seraya berkata, ” Ini untuk menebus kekalahanku dalam lomba yang dulu.” (HR Ahmad dan Abi Dawud)

Dari hadits ini dapat kita lihat bahwa Rasulullah tidak pernah berdusta walaupun dalam keadaan bercanda dan beliaulah orang yang paling lembut hatinya.

Adapun bercanda yang perlu kita hati-hati dan hindari olehnya.

1. Bercanda/ bermain-main dengan syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala

Orang-orang bermain-main atau mengejek syari’at Allah atau Al Qur’an atau Rasulullah serta sunnah, maka sesungguhnya dia kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah berfirman, yang artinya,

“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab,”Sesungguhnya kami hanyalah bersendau gurau dan bermain-main saja.” Katakanlah apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu meminta maaf, karena engkau telah kafir sesudah beriman…” (Qs. At Taubah: 65-66).

Ayat ini turun berkaitan dengan seorang laki-laki yang mengolok-olok dan berdusta dengan mengatakan bahwa Rosulullah dan shahabatnya adalah orang yang paling buncit perutnya, pengecut dan dusta lisannya. Padahal laki-laki ini hanya bermaksud untuk bercanda saja. Namun bercanda dengan mengolok-olok atau mengejek syari’at agama dilarang bahkan dapat menjatuhkan pelakunya pada kekafiran.

2. Berdusta saat bercanda

Ada sebagian orang yang meremehkan dosa dusta dalam hal bercanda dengan alasan hal ini hanya guyon saja untuk mencairkan suasana. Hal ini telah di jawab oleh sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam,

“Aku menjamin sebuah taman di tepi surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun ia berada di pihak yang benar, sebuah istana di bagian tengah Surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun ia bercanda, dan istana di bagian atas surga bagi seorang yag baik akhlaknya.” (HR. Abu Daud)

Rasulullah juga bercanda, namun tetap jujur serta tidak ditambahi kata-kata dusta. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku juga bercanda, dan aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” (HR. At-Thabrani dalam Al-Kabir)

Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Celakalah seorang yang berbicara dusta untuk membuat orang tertawa, celakalah ia, celakalah ia.” (HR. Ahmad).

Dusta dalam bercanda bahkan sering ditemui bahkan dijadikan tontonan seperti lawak yang dijadikan sebagai hiburan di televisi dan sepertinya sudah akrab dan tidak lagi disalahkan. Padahal hal tersebut bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.

3. Menakuti-nakuti seorang muslim untuk bercanda

“Janganlah salah seorang dari kalian mengambil barang milik saudaranya baik bercanda ataupun bersungguh-sungguh, barangsiapa mengambil tongkat saudaranya hendaklah ia mengembalikan.” (HR. Abu Daud).

4. Melecehkan kelompok tertentu

Ada juga orang yang bercanda dengab mengatakan “Hai si hitam” dengan maksud menjelek-jelekkan penduduk dari daerah tertentu yang asal kulitnya adalah hitam.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan jangan suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim”
(Qs. Al-Hujuraat: 11)

Yang dimaksud dengan “Jangan suka mencela dirimu sendiri”, ialah mencela antara sesama mukmin, sebab orang-orang mukmin seperti satu tubuh.

5. Menuduh manusia dan berdusta atas mereka

Misalnya seorang bercanda dengan sahabatnya lalu ia mencela, menuduhnya atau mensifatinya dengan perbuatan keji. Seperti seseorang berkata kepada temannya, “Hai anak zina.” Tuduhan ini bisa menyebabkan jatuhnya hukum, karena menuduh ibu dari anak tersebut telah melakukan zina.

Bercandalah kepada Orang yang Membutuhkan

Semoga Kita bisa menjadikan Baginda Rasulullah teladan dalam setiap sisi kehidupan kita, hingga perjumpaan kita dengan beliau, ahli keluarganya dan sahabat-sahabat R.anhuma.

Semoga bisa kita amalkan dan sampaikan, ada benarnya datangnya dari Allah dan adapun kesalahan pada artikel ini dikarenakan karena keterbatasan ilmu dan kebodohan saya sendiri.

..Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma wabihamdika AsyaduAllahilaha illa Anta Astagfiruka wa'atubu Ilaik Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
.

Rahasia Keluarga Bahagia Muhammad SAW

Rahasia Keluarga Bahagia Muhammad SAW


LQ - Sebuah pepatah untuk para suami mengatakan, “Jika kamu ingin istrimu menjadi seperti Khadîjah, maka jadilah kamu seperti Muhammad untuknya!” Nabi kita Saw. memang merupakan teladan ideal tentang bagaimana seharusnya seorang suami memperlakukan istrinya. Ada suami yang habis-habisan memaki istrinya hanya karena sang istri terlambat menyiapkan makan. Ada lagi suami memukul istrinya cuma karena sang istri tidak membuatkan secangkir teh untuk sang suami. Di tempat lain seorang istri harus rela ditampar suami hanya karena si istri terlalu banyak menambahkan garam pada makanan yang dibuatnya.


Kejadian-kejadian ini mengabarkan hubungan yang tidak sehat antara suami dan istri. Pangkal dari ketidaksehatan hubungan itu adalah dominasi dan superioritas suami atas istri. Tidak sedikit suami yang membebani istrinya dengan tugas-tugas melebihi kemampuannya dengan dalih bahwa kewajiban istri adalah taat terhadap semua perintah suami. Banyak kaum suami hanya melihat hak-hak di tangannya tanpa memperhatikan kewajiban-kewajiban di pundaknya.

Sesungguhnya, untuk keluar dari kemelut rumah-tangga, untuk terbebas dari belitan disharmoni suami-istri, hanya satu solusi yang tersedia. Yaitu meneladani sunnah Nabi dalam mengelola dan menakhodai kehidupan rumah-tangganya. Ucapan, tindakan, serta sikap Nabi dalam membina dan mengelola rumah-tangganya merupakan contoh terbaik bagi para suami, kapan dan di mana pun.

Tulisan ini, selain diharapkan menjadi pencerahan dan panduan bagi para suami dalam memperlakukan para istri, juga terutama merupakan seruan bagi para pengritik dan penuduh Nabi yang masih saja mempersoalkan jumlah istri beliau. Kepada mereka bab ini hendak berkata, “Mengapa kalian masih saja berkutat menyoal perkawinan Nabi dengan banyak istri? Ketimbang hanya mempergunjingkan soal jumlah istri serta motif di balik pernikahan beliau, setidaknya lihatlah sisi lain dari rumah-tangga Nabi; bagaimana harmoni yang beliau bangun dengan para istrinya, seperti apa perlakuan dan sikap yang beliau kembangkan terhadap mereka, dan banyak lagi seluk-beluk yang perlu digali pada sisi ini. Yang jelas, semua pembahasan tentang aspek ini akan bermuara pada satu simpulan; Sang Nabi adalah teladan terbaik.”
  1. Akhlak Rasulullah Saw. terhadap Para Istrinya
Berikut beberapa perilaku santun dan perangai mulia Baginda Nabi dalam berumah tangga:
  1. Lembut dan Penuh Kasih
Rasulullah Saw. adalah seorang suami yang sangat meninggikan kedudukan para istrinya dan amat menghormati mereka. ‘Â`isyah bercerita tentang hal ini:
Sekelompok orang Habasyah masuk masjid dan bermain di dalamnya. Ketika itu Rasulullah Saw. berkata kepadaku, “Wahai Humayrâ`, apakah kamu senang melihat mereka?” Aku menjawab, “Ya.” Maka beliau berdiri di pintu rumah. Aku menghampirinya. Kuletakkan daguku di atas pundaknya dan kusandarkan wajahku ke pipinya. Di antara ucapan mereka (orang-orang Habasyah) waktu itu, ‘Abû al-Qâsim (Rasulullah) orang baik.’ Lalu Rasulullah berkata, “Cukup.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, jangan tergesa-gesa.” Beliau pun berdiri lagi untukku. Kemudian beliau berkata lagi, “Cukup.” Aku berkata, “Jangan tergesa-gesa, ya Rasulullah.” Bukan melihat mereka bermain yang aku suka, melainkan aku ingin para perempuan tahu kedudukan Rasulullah bagiku dan kedudukanku dari beliau.”
Bayangkan seorang istri berdiri di belakang suaminya untuk melindunginya. Kemudian sang istri meletakkan dagunya di pundak sang suami, wajah sang istri menempel di pipi sang suami. Sang istri meminta sang suami berdiri lebih lama untuknya. Mereka berdiri di pintu rumah sambil memerhatikan orang-orang yang sedang bermain di masjid depan rumah. Kemudian sang istri bertutur, “Sesungguhnya bukan orang-orang yang sedang bermain itu yang menarik perhatianku. Bukan pemandangan itu yang membuatku ingin berlama-lama berdiri di sini bersama suami. Aku hanya ingin para istri tahu kedudukanku bagi suamiku dan kedudukan suamiku bagiku.” Bersama itu, sang suami dengan sabar memenuhi permintaan sang istri terkasih, demi cinta padanya dan guna menjaga perasaannya.

Betapa pun banyak dan beratnya tanggung jawab yang harus dipukul Sang Rasul, beliau tidak pernah lupa akan hak-hak para istrinya. Beliau memperlakukan mereka dengan amat lembut dan penuh kasih. Tidak pernah sedikit pun beliau mengurangi hak mereka. Beliaulah yang dalam salah satu haditsnya bersabda, “Kaum perempuan (para istri) adalah saudara kandung kaum laki-laki (para suami).”
Hadits ini menjadi dalil bahwa beliau tidak pernah menganggap kecil kedudukan para istrinya. Beliau menempatkan mereka pada kedudukan yang setara dengan beliau dan memposisikan mereka pada posisi yang agung. Bagaimana tidak, pada diri seorang istri tersandang sejumlah predikat mulia: ibu, istri, saudara perempuan, bibi, dan anak perempuan.
  1. Pengakuan di Depan Publik
Pada saat banyak suami menganggap bahwa sekadar menyebut nama istri di depan orang lain dapat mengurangi harga diri, kita mendapati Rasulullah justru menampakkan cintanya pada para istrinya di depan umum. Shafiyah binti Huyay mendatangi Rasulullah saw. sewaktu beliau beri’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Kemudian ia berbincang dengan beliau beberapa waktu. Ia berdiri untuk pulang. Rasulullah pun ikut berdiri mengantarkan Shafiyah pulang. Ketika Shafiyah dan Rasulullah sampai di depan pintu Ummu Salamah, dua orang Anshâr lewat dan memberi salam kepada Rasulullah. Kepada dua orang Anshâr itu beliau bersabda, “Perhatikanlah baik-baik oleh kamu berdua, dia ini tidak lain Shafiyah binti Huyay.”
  1. Tempat Bersandar di Kala Susah
Nabi Saw. adalah suami yang sangat memahami kondisi para istrinya, baik kondisi fisik maupun psikis. Dua kondisi ini dari satu waktu ke lainnya dapat berubah-ubah. Nabi Saw. sangat pandai memahami hal itu terhadap para istrinya. Maymûnah, salah satu istri Nabi, berkata, “Suatu kali Rasulullah mendatangi salah seorang dari kami. Salah seorang dari kami itu sedang haid. Maka beliau meletakkan kepalanya di dada istrinya yang sedang haid itu, lalu beliau membaca al-Qur`an.”
Pada kali lain, Rasulullah Saw. berupaya begitu rupa menenangkan salah satu istrinya yang sedang mengalami tekanan batin. Pada suatu hari, beliau mendatangi Shafiyah binti Huyay. Beliau menemukan Shafiyah sedang menangis. Kepadanya beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Shafiyah menjawab, “Hafshah berkata bahwa aku anak orang Yahudi.” Beliau berkata, “Katakan padanya, suamiku Muhammad, ayahku Hârûn, dan pamanku Mûsâ!”
Terlihat bagaimana Baginda Nabi menyelesaikan masalah dengan kata-kata sederhana namun mengandung makna yang dalam.
  1. Selalu Siaga Membantu Para Istri
Pada saat banyak suami yang enggan sekadar membantu istrinya karena dianggap dapat menurunkan reputasi sang suami, kita dapati Rasulullah Saw. tidak pernah terlambat membantu para istrinya. ‘Â`isyah pernah ditanya tentang apa yang dilakukan Nabi Saw. di rumahnya? Ia menjawab, “Beliau selalu melayani (membantu) istrinya.”
  1. Bermusyawarah Sebelum Mengambil Keputusan
Di kala banyak suami memandang istrinya kurang akal dan agama, Rasulullah yang mulia tidak pernah segan atau merasa keberatan mendengar serta mengambil pendapat istrinya. Ini terlihat ketika beliau meminta pendapat Ummu Salamah dalam perjanjian Hudaybiyah. Waktu itu beliau memerintahkan para sahabat untuk mencukur rambut dan menyembelih hewan kurban, namun mereka tidak mau melakukannya. Melihat respon para sahabat tersebut, Baginda Nabi masuk ke tenda Ummu Salamah. Begitu beliau menceritakan kepada Ummu Salamah apa yang beliau terima dari para sahabat, Ummu Salamah langsung mengajukan pendapat yang cerdas. Ia berkata: “Keluarlah, ya Rasulullah, kemudian engkau bercukur lalu potong hewan kurban lalu!” Beliau pun keluar dari tenda, bercukur lalu memotong kurban. Melihat hal itu, sontak para sahabat bangkit; mereka serempak bercukur lalu memotong hewan kurban.
  1. Tetap Santun Meski Saat Marah
Di kala tidak sedikit para suami yang ringan tangan kepada para istri saat mereka melakukan kesalahan, kita mendapati Sang Nabi tetap bijak, lembut, dan santun dalam memperlakukan para istrinya saat terjadi silang-pendapat atau perselisihan antara beliau dan mereka. Ketika kemarahan beliau agak tinggi, maka pergi menjauhi istri untuk sementara waktu menjadi pilihannya. Tidak pernah beliau menampar satu pun dari istrinya. Beliau menjauhi para istrinya pada saat mereka mendesaknya menuntut nafkah.
Bahkan ketika Rasulullah berniat mencerai salah satu istrinya, kita mendapati beliau tetap santun, lembut dan penuh kasih. Sawdah binti Zam’ah yang sudah tua, tidak cantik, dan berbadan gemuk, merasa bahwa jatahnya dari hati Rasulullah hanya rasa kasihan, bukan cinta. Rasulullah pun kemudian berpikir untuk menceraikan Sawdah secara baik-baik guna membebaskannya dari keadaan yang dianggap membebaninya dan memberatkan hatinya. Dengan sabar Rasulullah menunggu sikap dan jawaban Sawdah atas niat beliau untuk menceraikannya.

Kesantunan, kesabaran dan keterkendalian diri Nabi saw. tetap terpelihara, bahkan ketika ujian terberat menerpa dan mengguncang rumah tangga beliau, yaitu saat terjadi apa yang disebuthâdits al-ifk. Sikap Nabi kala itu sungguh merupakan teladan bagi setiap Muslim. Ketika hâdits al-ifk ini tersebar, dengan kelembutannya yang khas dan tidak pernah luntur, Rasulullah berbicara kepada ‘Â`isyah:
Amma ba’d. Wahai ‘Â`isyah, sesungguhnya telah sampai kepadaku tentangmu begini dan begitu. Jika kamu bebas (tidak melakukannya), maka Allah akan membebaskanmu, dan jika kamu pernah melakukan dosa maka mohonlah ampun kepada Allah dan tobatlah kepada-Nya.

Sampai akhirnya Allah menurunkan ayat pembebasan yang membuat tenang dan gembira hati Nabi, ‘Âisyah dan kaum Muslim semuanya.
Meski Rasulullah saw. memiliki kedudukan yang agung dan posisi yang tinggi serta memanggul tugas mengurus umat Islam seluruhnya, namun kelembutan dan kesantunan beliau dalam memperlakukan para istrinya sungguh mengagumkan. Tidak seperti kebanyakan suami yang sering menjadikan kesibukan kerja dan urusan-urusan di luar rumah sebagai dalih kurangnya perhatian terhadap para istri mereka. Perlu diingatkan bahwa berperilaku baik terhadap istri bukan hanya tidak menyakitinya, tapi juga siap menerima perlakuan kurang baik darinya serta tetap lembut terhadapnya ketika ia marah.
  1. Romantika dan Harmoni Rumah Tangga Nabi Saw.
Dalam rangka memuliakan, menghormati dan menggembirakan istri, Nabi Saw. menjelaskan kepada umatnya bahwa bercanda-ria dan bersenda-gurau (bermesraan) dengan istri termasuk perbuatan berpahala bagi suami. Beliau bersabda, “Segala yang melalaikan seorang Muslim adalah batil, kecuali memanah, melatih kuda, dan bercanda-ria dengan istri; ini semua termasuk kebenaran.”
Perhatikan bagaimana Rasulullah Saw., pemimpin besar umat Islam, pengemban risalah agung kemanusiaan yang hati dan pikirannya tercurah memperjuangkan kebaikan umat serta kejayaan Islam, adalah seorang suami yang romantis. Tangannya yang mulia nan suci tidak segan-segan menyuapi para istrinya. Dituangkannya air ke dalam cangkir lalu diberikannya pada istrinya. Suatu hari beliau menjenguk salah satu sahabatnya yang sedang sakit. Kepadanya beliau bersabda, “Bahkan suapan yang kamu angkat ke mulut istrimu, itu bernilai sedekah untukmu.”

Betapa indah Islam. Sungguh menyeluruh ajaran-ajarannya. Memang hanya suapan. Namun ia mendekatkan pasangan suami-istri sehingga satu sama lain saling merasa nyaman dan tenang berada di sisi pasangannya. Memang hanya suapan. Tetapi ia dapat memantik cinta dan kasih-sayang di antara suami-istri. Memang hanya suapan. Tapi ia menorehkan senyum di bibir suami-istri yang saling menyayangi. Memang hanya suapan. Namun rasa sehati dan sehaluan yang ditimbulkannya menularkan romantika dan harmoni antara suami-istri.

Lihatlah Baginda Rasul, bagaimana beliau minum satu gelas dengan para istrinya. Dengarkan penuturan ‘Â`isyah berikut:
Aku minum, ketika itu aku sedang haid, lalu aku memberikannya kepada Nabi Saw. Beliau meletakkan mulutnya pada tempat (bekas) mulutku lalu minum. Aku menggigit daging, ketika itu aku sedang haid, lalu memberikannya kepada Nabi Saw. Beliau meletakkan mulutnya pada tempat (bekas) mulutku.
Sungguh indah apa yang diperagakan Sang Nabi. Sungguh mengagumkan apa yang beliau teladankan untuk umatnya. Pribadi agung dan mulia itu tidak canggung menunjukkan cinta dan kemesraannya terhadap para istrinya.

“Ritual” lain yang kerap Nabi Saw. lakukan terhadap istri-istrinya dalam rangka memupuk romantisme dan harmoni rumah tangga adalah mengecup istri. Dalam keadaan puasa pun beliau mengecup ‘Â`isyah. Ia bertutur, “Rasulullah Saw. mendekatiku untuk mengecupku. Aku katakan bahwa aku sedang berpuasa. Beliau bersabda, ‘Aku juga sedang berpuasa.’ Beliau menghampiriku lalu mengecupku.”
Kemudian, bagi Nabi Saw. yang mulia dan agung, membantu mengerjakan tugas-tugas rumah tangga bukanlah perbuatan yang menurunkan harkat dan martabat beliau, justru memperteguh keluhuran akhlak beliau. Perhatikan bagaimana junjungan alam, pemimpin umat Islam, dan pemuka seluruh manusia itu tidak pernah merasa malu mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, membantu para istrinya, memperbaiki sandalnya, menjahit sendiri pakaiannya, mengolah bahan makanan dan lain sejenisnya. Alih-alih merendahkan derajat sang suami, hal itu justru memperteguh tali kasih pasangan suami-istri. Hal itu juga akan mematri perasaan istri bahwa sang suami penuh perhatian, peduli, dan siaga dalam membantu meringankan tugas-tugas dirinya.
Maka, bagi pribadi Nabi Saw. yang seperti digambarkan di atas, bukan perkara berat untuk melakukan kerja-sama dengan para istrinya dalam urusan-urusan ‘ubudiyah seperti shalat, sedekah serta kewajiban dan amal-amal sunnah lainnya, seperti kerja-sama (saling membangunkan) untuk shalat malam. Beliau pernah bersabda:
Allah merahmati seorang suami yang bangun malam lalu shalat lalu membangunkan istrinya, kemudian istrinya juga shalat. Jika istrinya enggan bangun, ia memercikan air ke wajahnya. Allah merahmati seorang istri yang bangun malam, lalu shalat lalu membangunkan suaminya, kemudian suaminya juga shalat. Jika suaminya enggan bangun, ia memercikan air wajahnya.

Beliau juga bersabda:
Subhânallâh. Fitnah apa yang telah diturunkan malam ini dan rahmat apa yang telah diturunkan. Siapa lagi yang akan membangunkan para penghuni kamar-kamar (istri-istri)? Duhai, betapa banyak yang berpakaian di dunia tapi telanjang di akhirat.

Hadits di atas mengandung beberapa pelajaran, di antaranya himbauan agar para suami membangunkan istrinya di malam hari untuk beribadah. Indah sekali sepasang suami-istri bangun malam hari. Keheningan suasana menambah ketenangan dan ketenteraman jiwa mereka. Di hadapan Sang Pencipta keduanya meratakan dahi, rukuk, sujud mengakui kelemahan diri, menyatakan kepasrahan total pada Sang Mahakuasa. Kedua tangan mereka lalu menengadah memohon yang terbaik dari Yang Mahabaik. Airmata mereka meleleh memastikan ketulusan doa dan asa yang mereka panjatkan pada Yang Maha Pengabul doa.
‘Â`isyah menceritakan sepotong kisah indah bersama Rasulullah saw.:

Pada suatu malam, ketika beliau tidur bersamaku dan kulitnya sudah bersentuhan dengan kulitku, beliau berkata, “Ya ‘Â`isyah, izinkan aku beribadat kepada Tuhanku.” Aku berkata, “Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tetapi aku juga senang melihatmu beribadat kepada Tuhanmu.” Beliau bangkit mengambil ghariba lalu berwudhu. Ketika berdiri shalat, kudengar beliau terisak-isak menangis. Kemudian beliau duduk membaca al-Qur`an, juga sambil menangis sehingga airmatanya membasahi janggutnya. Ketika beliau berbaring, airmata mengalir lewat pipinya membasahi bumi di bawahnya. Pada waktu fajar, Bilâl datang dan masih melihat Rasulullah Saw. menangis. Bilâl bertanya, “Mengapa Anda menangis padahal telah Allah ampuni dosa-dosamu yang lalu dan yang kemudian?” Beliau menjawab, “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur. Aku menangis karena malam tadi turun surat Âli ‘Imrân ayat 190-191. Celakalah orang yang membaca ayat ini dan tidak memikirkannya.”

Bagi ‘Â`isyah, seluruh perilaku Rasulullah Saw. mempesonakan. Dia mengutip saat ketika Rasulullah Saw., junjungan alam, manusia paling mulia, meminta izin kepadanya untuk beribadat di tengah malam. Bagi ‘Â`isyah, istri Rasulullah Saw., pada permintaan izin itu terkandung penghormatan, perhatian, dan kemesraan. Apa lagi yang lebih indah yang diperoleh seorang istri dari suaminya selain itu?

Di luar itu, kehidupan Rasulullah Saw. amatlah sederhana, meskipun Allah memudahkan bagi kaum Muslim mendapatkan banyak ghanîmah. Dua kejadian berikut menjadi bukti akan kesederhanaan dan kebersahajaan beliau: Pertama, kejadian îlâ`. Ketika kaum Muslim mengalami banyak kemenangan, ghanîmah dan harta, para istri Nabi Saw. menuntut beliau sedikit menambahincome buat belanja rumah-tangga mereka. Mereka ingin ada sedikit perubahan, dari hidup miskin dan sulit menjadi sedikit berkecukupan dan lapang. Tuntutan ini cukup membuat Nabi Saw. terganggu. Ketika Abû Bakr dan ‘Umar tahu hal ini, keduanya mendatangi putri masing-masing. Kepada putri-putrinya Abû Bakr dan ‘Umar mengingatkan bahwa Nabi Saw. tidak berkenan dengan tuntutan mereka. Sedangkan istri-istri Nabi Saw. yang lain, Abû Bakr dan ‘Umar tidak campur tangan terhadap mereka. Maka mereka pun tetap menuntut tambahan. Mereka menilai tuntutan itu wajar, terlebih kebanyakan orang Islam waktu itu hidup berkecukupan. Mereka juga menguatkan tuntutannya dengan alasan bahwa mereka selama ini sudah sabar menjalani kemiskinan, kekurangan dan kesulitan hidup. Maka setelah Allah mengkaruniakan harta dan ghanîmah yang melimpah kepada umat Islam, mereka pikir kini saatnya menghentikan kemiskinan, kekurangan dan keserbasempitan.

Nabi Saw. benar-benar terganggu dengan tuntutan para istrinya itu. Sampai-sampai beliau menjauhi mereka dan enggan bicara dengan mereka selama sebulan penuh, hingga tersebar rumor di tengah-tengah masyarakat bahwa beliau telah mencerai mereka.
Kedua, kasus takhyîr (tawaran opsi). Kejadian ini merupakan kelanjutan kejadian îlâ` (tuntutan istri-istri Nabi Saw.) di atas. Ketika para istri Nabi Saw. tetap dengan tuntutan mereka, Allah kemudian menurunkan ayat:
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar” (QS al-Ahzâb/33: 28-29).

Kepada para istrinya, Nabi Saw., mengajukan dua opsi: hidup bersama beliau dalam kemiskinan dan kesederhanaan, atau hidup tanpa beliau dalam keserbaadaan dan kelimpahan. Kepada ‘Â`isyah beliau berkata, “Bermusyawarahlah dengan kedua orangtuamu, jangan terburu-buru dalam urusan ini!” ‘Â`isyah segera menjawab, “Apakah aku harus bermusyawarah tentang Allah dan Rasul-Nya, ya Rasulullah?” Seperti diketahui, semua istri beliau pada akhirnya memilih Allah, Rasul-Nya dan negeri akhirat dalam kesederhanaan, kemiskinan, kesempitan dan kesulitan dunia. Sejarah menjadi saksi bahwa tidak ada minyak untuk menyalakan lampu di rumah Nabi Saw. pada hari beliau dipanggil Yang Mahakuasa.

Jika bukan seorang nabi, terbayangkah ada orang bisa hidup seperti itu? Orang yang benar-benar mencermati hal ini dan mempelajari sîrah Nabi Saw., terutama kehidupan rumah-tangga beliau, tidak akan sampai menuduh beliau Saw. sebagai seorang pengumbar syahwat dan pencari kepuasan materil.
  1. Kunci Kebahagian dalam Rumah Tangga
Dalam al-Qur`an, kata paling tepat menggambarkan kebahagiaan adalah aflaha. Kata ini adalah derivasi dari akar kata falâh. Kata falâh memiliki banyak arti seperti kemakmuran, keberhasilan, pencapaian apa yang kita inginkan atau kita cari, sesuatu yang dengannya kita berada dalam keadaan baik, menikmati ketenteraman, kenyamanan, kehidupan yang penuh berkah, keabadian, kelestarian, terus-menerus, keberlajutan.
Rincian makna falâh ini sejatinya merupakan komponen-komponen kebahagiaan. Kebahagiaan bukan hanya ketenteraman dan kenyamanan saja. Kenyamanan atau kesenangan satu saat saja tidak melahirkan kebahagiaan. Mencapai keinginan saja tidak dengan sendirinya memberikan kebahagiaan. Kesenangan dalam mencapai keinginan biasanya bersifat sementara. Satu syarat penting harus ditambahkan, yakni kelestarian atau menetapnya perasaan itu dalam diri kita.

Kebahagiaan merupakan tujuan hidup. Kata-kata singkat ini memiliki cakupan makna dan wilayah yang amat luas. Maknanya sudah dipaparkan di atas. Wilayahnya seluas kehidupan itu sendiri dengan segala aspek dan bidangnya, tidak terkecuali aspek kehidupan berumah tangga. Pada setiap aspek kehidupan, pangkal kebahagiaannya adalah agama. Agama mengajarkan bahwa pembentukan keluarga, menjaga kesucian diri, dan melahirkan anak-keturunan yang saleh merupakan tujuan utama berumah tangga.

Keputusan untuk membangun mahligai rumah tangga merupakan keputusan yang penting dan determinan. Sebelum diambil, keputusan ini harus ditimbang matang matang. Seseorang terlebih dahulu harus mengetahui siapa dirinya, apa yang diinginkannya, dan hal apa saja yang sejalan dengan karakteristik dirinya. Hidup berumah tangga bukan hanya meniscayakan cinta, tetapi juga tanggung jawab besar yang menghajatkan persiapan serta kesiapan dalam segala aspek.

Rumah tangga adalah hubungan abadi bertujuan membangun keluarga dan mencetak generasi unggul. Maka ia harus bertopang pada banyak pondasi yang kuat. Pondasi yang pertama dan utama adalah agama. Oleh karena itu Rasul Saw. bersabda, “Pilihlah wanita beragama (salehah), maka kamu akan bahagia.”
Kebaikan akhlak dan keunggulan moral harus menjadi asas bagi kehidupan berumah tangga. Sabda Nabi Saw., “Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah (anak perempuan kalian) dengannya.”

Hal lain harus tersedia dalam rumah tangga adalah takâfu` (kesetaraan) antara dua pihak dalam segala bidang; sosial, budaya, keilmuan, pemikiran, dan lainnya. Artinya, harus ada common spaces yang mempersatukan dua pihak serta memungkinkan keduanya membangun mahligai rumah tangga idaman. Takâfu` memberi harapan besar akan adanya suasana saling menghormati, saling memahami serta pola interaksi yang sehat dan setara. Selain takâfu`, sikap lapang dan mau membuka telinga merupakan unsur penting dalam menjalani kehidupan rumah tangga.

Patokan, kaidah, prasayarat, aturan dan lain sebagianya yang harus tersedia dalam membangun rumah tangga satu sama lain haruslah berjalan seiring serta tertata secara sinergis. Keelokan rupa harus dipadukan dengan keindahan agama serta keluhuran akhlak. Pun demikian kaidah-kaidah lainnya, masing-masing tidak bisa berdiri sendiri-sendiri. Sabda Nabi Saw.:
Tidaklah seorang Mukmin mendapatkan sesuatu yang lebih baik setelah takwa kepada Allah selain istri salehah. Jika ia memerintahnya, ia (istri) menaatinya. Jika ia memandangnya, ia (istri) membuatnya senang. Jika ia memberinya sesuatu, ia (istri) menggunakannya dengan baik. Dan jika ia tidak bersamanya, ia (istri) dapat menjaga dirinya dan harta suaminya.

Sesungguhnya kehidupan berumah-tangga ibarat sebuah perusahaan patungan. Para pemilik sahamnya adalah suami dan istri. Keduanya bertemu dan bersatu pada akad yang butir-butirnya diambil dari al-Qur`an dan Sunnah. Akad dan kesepakatan mereka disaksikan oleh para malaikat langit dan bumi serta orang-orang di sekitar mereka berdua. Semesta pun ikut bergembira atas tercapainya akad ini.

Allah Swt. berfirman:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang (QS al-Rûm/30: 21).
Cinta layaknya bayi yang masih menyusu; perlu orang yang memerhatikan, mengasuh dan menjaganya supaya tetap sehat dan ceria. Jika tidak, ia akan lemah, layu, lalu tak bernyawa. Atas kuasa dan kehendak-Nya, kehidupan suami-istri menjadi sumber kasih-sayang, ketenangan dan ketenteraman. Ini sudah menjadi undang-undang Tuhan. Namun, bagaimana melaksanakan undang-undang itu dalam kehidupan?

Jangan pernah menduga mewujudkan kebahagiaan berumah-tangga semudah membalik telapak tangan atau seringan mengangkat cangkir berisi minuman. Ia meniscayakan sejumlah jalan dan langkah. Berikut beberapa tips menjadikan rumah tangga nyaman, aman dan tenteram:
  1. 1.   Usir Setan dari Rumah
Ini mungkin terdengar menggelikan. Tapi maknanya sangat dalam dan luas. Jika rumah dirancang untuk menjadi tempat istirahat yang nyaman dan tenteram, maka tidak mungkin itu bisa tercapai jika setan berada di dalamnya. Maka usirlah musuh yang jahat dan licik ini. Cara mengusirnya:Pertama, mengingat Allah saat masuk rumah dengan setidaknya mengucap bismillah. Setan tidak bisa bertahan pada tempat di mana nama Allah disebutkan. Ucapkan juga assalamu’alaikum.
 Firman Allah:
Maka apabila kamu memasuki (suatu rumah dari) rumah-rumah (ini) hendaklah kamu memberi salam kepada (penghuninya yang berarti memberi salam) kepada dirimu sendiri, salam yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik (QS al-Nûr/24: 61).
Selain bismillâh dan salam, banyak doa-doa yang diajarkan agama untuk dibacakan saat memasuki rumah. Di sini bukan tempatnya untuk menunjukkan doa-doa itu. Cukuplah diingat bahwa menyebut dan mengingat Allah mencegah masuknya setan ke rumah.
Kedua, menyebut (mengingat) Allah saat makan dan minum. Sabda Nabi Saw.:
Apabila seseorang masuk ke rumahnya dan menyebut nama Allah saat memasukinya dan saat makannya, maka setan berkata (kepada sesamanya), “Tidak ada tempat tinggal dan tidak ada makanan bagi kalian.” Dan apabila ia masuk ke rumahnya tapi tidak menyebut nama Allah ketika memasukinya, maka setan berkata (kepada sesamanya), “Kalian menemukan tempat tinggal.” Dan apabila ia tidak menyebut nama Allah ketika makan, maka setan berkata (kepada sesamanya), “Kalian menemukan tempat tinggal dan makanan.”
Ketiga, banyak membaca al-Qur`an, terutama surat al-Baqarah tiga malam sekali. Sabda Rasulullah Saw., “Jangan jadikan rumah-rumah kalian (seperti) kuburan. Sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat al-Baqarah.”
Keempat, membersihkan rumah dari ucapan, perbuatan dan benda-benda yang dapat menjauhkan kita dari Allah. Hal-hal demikian dapat mengusir malaikat dan mendatangkan setan.
  1. Datangkan Malaikat ke Rumah
Bagaimana mendatangkan malaikat ke rumah kita? Pertama, bersihkan rumah dari gambar-gambar tidak senonoh dan patung. Nabi Saw. bersabda, “Malaikat tidak masuk ke rumah yang di dalamnya ada patung dan gambar.”
Kedua, bersihkan rumah dari anjing. Rasul Saw. bersabda, “Malaikat tidak masuk rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar.”
  1. Memohon Perlindungan dari Jiwa yang Jahat
Agama kita memerintahkan untuk memohon perlindungan, pagi dan sore hari, dari kejahatan jiwa. Dalam hal ini, di antara doa Nabi Saw. adalah:
Ya Allah, Yang Mahatahu yang gaib dan yang nyata, Pencipta langit dan Bumi, Tuhan dan Pemilik segala sesuatu. Aku bersaksi tidak ada tuhan selain Engkau. Aku memohon perlindungan dari kejahatan diriku dan dari kejahatan setan serta kemusyrikannya.
Nabi Saw. mengajari kita memohon perlindungan dari kejahatan diri sendiri sebelum kejahatan setan. Allah Swt. berfirman:
Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang (QS Yûsuf/12: 53).
Tutur santun dan perangai terpuji suami-istri dipadu dengan doa-doa perlindungan di pagi dan sore hari. Keberkahan dan keselamatan tiada henti diharapkan.
  1. Tahan Emosi dan Kendalikan Diri
Pada titik ini banyak pasangan suami-istri mengalami kesulitan, bahkan kegagalan. Efeknya, tekanan dan lara batin muncul, disusul terganggunya kejiwaan anak karena seringnya melihat orangtua bertengkar dan memperagakan ketidakharmonisan.
Nabi Saw. melarang kita marah. Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah Saw., “Nasihati aku!” Beliau bersabda, “Jangan marah.” Beliau mengucapkannya sampai tiga kali.” Sabdanya yang lain, “Permudahlah jangan mempersulit. Apabila salah seorang dari kalian marah maka diamlah.”

Marah itu manusiawi. Semua bisa marah. Yang dituntut adalah mengendalikan dan menahan marah, bukan memperturutkan dan mengumbarnya. Kemarahan akan melahirkan kekisruhan jika ditimpali dengan kemarahan serupa. Jika masing-masing pandai menahan diri, atau setidaknya salah satu mengekang diri, kekisruhan tidak akan muncul dan rumah tangga tidak terguncang. Allah memuji orang yang sanggup menahan marah:
Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS Âli ‘Imrân/3: 134).

Marah berefek negatif terhadap kesehatan jasmani. Maka jagalah kesehatan raga dengan memelihara kesehatan jiwa. Menahan marah terbukti menyehatkan jiwa. Ketika marah, darah dalam jantung bergolak, urat-syaraf ikut tegang, wajah dan mata memerah. Banyak marah dapat memancing beberapa ketidakberesan fisik seperti tekanan darah, arteriosclerosis, dan paralysis.
Menahan marah bukan hanya dengan diam, sementara anggota tubuh yang lain, terutama mata, berbicara banyak dengan kata-kata yang pedas dan kasar melebihi bahasa lisan. Mulut bisa saja tertutup saat marah, tapi sorot mata menyiratkan kata-kata sarat hinaan. Mulut boleh jadi terkunci. Tapi gemetarnya bibir menjelaskan bahwa jiwa bergejolak, hati panas penuh emosi. Ini tidak boleh terjadi. Bukan hanya mulut, semua anggota tubuh tidak boleh memberi sinyal kemarahan. Saat kemarahan datang, pejamkan mata dengan tenang, jangan mencari-cari pembenaran untuk kemarahan Anda.

Untuk semua kaidah, aturan, syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi dalam mewujudkan rumah-tangga yang bahagia, Baginda Nabi adalah sosok ideal dan teladan dalam menerapkan semua itu. Maka tidak heran jika kemudian rumah-tangga beliau adalah rumah-tangga bahagia dalam arti yang sesungguhnya.
Di rumah Nabi dapat kita temui kesederhanaan, keindahan budi, keluhuran pekerti, dan kezuhudan materi meski—kalau beliau mau—mudah saja baginya memiliki dunia beserta isinya. ‘Umar bin al-Khaththâb sampai meneteskan airmata karena terharu melihat rumah Rasulullah Saw. hanya diperlengkapi ghariba (wadah air dari kulit) dan roti yang sudah menghitam. Beliau tidur di atas tikar kasar yang dianyamnya dengan tangan sendiri, dan sering tampak pada pipinya bekas-bekas tikar itu.

Siti ‘Â`isyah Umm al-Mu`minîn menuturkan kesederhanaan hidup bersama Rasulullah Saw., “Semenjak datang ke Madinah, keluarga Muhammad tidak pernah makan kenyang dari gandum (roti) selama tiga malam berturut-turut hingga beliau wafat.”
Inilah pemimpin dan penglima besar umat Islam. Beginilah sebaik-baik makhluk itu menjalani hidup ini. Kenikmatan dunia tidak pernah terlintas di benaknya. Kemegahan dunia tidak pernah menjadi cita-citanya. Ia mengambil dari dunia sebatas yang dapat mengantarkannya pada kesejatian hidup dan kebahagiaan negeri akhirat. Untuk menahan lapar, Baginda Nabi acap-kali mengikatkan batu di perutnya sebagai ganjal.
Pada suatu malam beliau keluar rumah. Di jalan beliau bertemu dengan Abû Bakar dan ‘Umar. Beliau bertanya kepada mereka, “Apa yang membuat kalian keluar rumah di saat ini?” Mereka menjawab, “Lapar, ya Rasulullah.” Beliau bersabda, “Dan aku, demi Zat Yang jiwaku di Tangan-Nya, sungguh telah membuatku keluar rumah apa yang telah membuat kalian keluar rumah. Bangkitlah!” Mereka pun bangkit bersama Rasulullah, kemudian mendatangi rumah seorang laki-laki dari Anshâr. Tapi orang Anshâr itu tidak ada di rumahnya. Yang ada hanya istrinya. Wanita itu kemudian menemui mereka dan berkata, “Selamat datang.” Rasulullah Saw. berkata kepadanya, “Di mana suamimu?” Ia menjawab, “Ia pergi mencari air segar untuk kami.” Ketika itu laki-laki Anshâr datang. Dipandangnya Rasulullah dan dua orang sahabatnya (Abû Bakar dan ‘Umar), lalu berkata, “Alhamdulillah, tidak ada seorang pun hari ini yang memuliakan para tamu selain aku.” Lalu ia pergi dan kembali lagi sambil membawakan kurma mentah, kurma matang dan kurma kering, lalu berkata, “Makanlah ini!” Kemudian ia mengambil pisau. Rasulullah berkata padanya, “Tidak usah memerah susu.” Laki-laki itu lalu menyembelih kambing untuk mereka. Mereka pun makan daging, kurma dan minum. Setelah mereka kenyang dan segar karena cukup minum, Rasulullah Saw. bersabda kepada Abû Bakr dan ‘Umar, “Demi Zat Yang jiwaku di Tangan-Nya, kalian benar-benar akan ditanya tentang nikmat ini di hari kiamat. Lapar telah membuat kalian keluar rumah dan kalian belum pulang sampai kalian mendapat nikmat ini.”

Hingga di sini, beberapa poin dapat kita tarik. Pertama, kepemilikan dunia sebenarnya tidak haram bagi siapa pun, termasuk Nabi Saw., asalkan sejalan dengan aturan Islam tentang kepemilikan. Bagi Nabi Saw. sendiri, kalau beliau mau, dunia dan seisinya merupakan perkara mudah untuk dikuasainya. Tapi beliau lebih memilih hidup sederhana, bukan karena mengharamkan dunia, melainkan karena ingin hidup merakyat; hidup seperti kebanyakan umatnya, merasakan derita mereka, akrab dengan lapar dan dahaga seperti mereka. Kedua, bagi Nabi Saw. dan para istrinya, sulitnya kehidupan materi sama sekali tidak membuat mereka tidak bahagia. Bagi para istri Rasul, predikat Umahât al-Mu`minîn (Ibunda Kaum Mukmin) yang mereka sandang sudah merupakan kemuliaan dan kehormatan tiada tara. Bagi mereka, menjadi pendamping Sang Nabi Saw. dalam berjuang menebarkan risalah Islam dan menegakkan kebenaran merupakan kebahagiaan tiada duanya.
Ketiga, dalam kejadian seperti dipaparkan sebelum ini, Nabi Saw. tidak lupa memanfaatkan kejadian tersebut untuk mengingatkan sahabat-sahabatnya akan akhirat; “Kalian benar-benar akan ditanya tentang nikmat ini di hari kiamat.” Bandingkan dengan kita. Kita nikmati berbagai rezki Allah; makanan, minuman, dan sebagainya. Tapi kita lupa bahwa nikmat apa pun akan ditanya (dimintai pertanggung jawabannya) kelak di hari perhitungan.
Seperti telah disinggung di atas, di sini kembali kita dengarkan ‘Umar bercerita tentang kesederhanaan hidup Nabi Saw. ‘Umar berkata:
Aku masuk rumah Rasulullah Saw. Ketika itu beliau sedang tidur di atas tikar kasar. Tidak ada antara tubuh beliau dan tikar itu kasur. Bekas tikar kasar terlihat di pipinya. Kepalanya bersandar pada bantal dari kulit yang sudah disamak. Kemudian kuarahkan pandanganku ke isi rumah beliau. Demi Allah, aku tidak melihat sesuatu selain tiga lembar kulit yang belum disamak. Aku menangis. Beliau bertanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Aku jawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya Kisrâ (raja Persia) dan Kaisar (raja Romawi) adalah seperti adanya mereka (hidup mewah dan tinggal di istana megah), padahal engkau adalah Rasul Allah.” Aku katakan pada beliau, “Berdoalah kepada Allah, sehingga Dia memberi kelapangan atas umatmu! Sesungguhnya Persia dan Romawi, mereka diberi kelapangan dan diberi (kenikmatan) dunia, padahal mereka tidak menyembah Allah.” Beliau bersabda, “Apakah kamu ragu, hai putra al-Khaththâb? Mereka adalah kaum yang telah disegerakan bagi mereka kenikmatannya di dunia.” Aku berkata, “Ya Rasulullah, mohonkanlah ampun bagiku!”[35]
Namun demikian, Nabi Saw. adalah pribadi yang murah hati dan dermawan. Tidak salah jika dikatakan bahwa beliau adalah manusia paling murah hati dan paling ringan tangan dalam memberi. Seandainya perbendaharaan bumi ada di tangannya, pastilah beliau akan memberikannya pada siapa saja yang memerlukan dalam semalam saja. Pada suatu hari, para sahabat menemukan Nabi Saw. sedang memperbaiki sandal anak yatim; dan pada hari yang lain sedang menjahit pakaian kumal milik perempuan tua yang miskin. Beliau mengumpulkan sebagian sahabatnya yang miskin di sudut masjid. Beliau membagikan makanan sedikit yang dipunyainya untuk mereka, sehingga beliau sendiri tidak pernah makan kenyang selama tiga hari berturut-turut. Di antara penghuni sudut masjidnya itu adalah Abû Hurayrah, perantau dari Daus yang bekerja sebagai pelayan dari rumah yang satu ke rumah yang lain.[36]
Bercermin pada pribadi Nabi Saw., mengacu pada rumah tangga yang beliau bangun bersama para istri, terutama kebersahajaan serta kesederhanaannya dalam hal materi, maka sungguh salah fatal orang-orang yang mengira bahwa kebahagiaan terletak pada tumpukan harta, keliru besar orang-orang yang menyangka kebahagiaan ada pada kendaraan mewah, rumah megah, dan tabungan menggunung.
Kebahagiaan bukan terletak pada itu semua. Kebahagiaan sejati sebuah rumah tangga, seperti ditelandankan Sang Nabi, adalah rumah yang islami; para penghuninya tinggal dan hidup dalam zikrullah, dalam membaca ayat-ayat suci, dalam kebaikan dan kesalehan. Kebahagiaan terdapat pada saling memahami, kerjasama dan bahu-membahu dalam menunaikan tanggung jawab yang ada di pundak masing-masing dari suami-istri dalam jalinan kasih-sayang sejati, dalam rajutan cinta yang hakiki, dalam balutan kesetiaan berasaskan takwa dan kesalehan.
  1. Kesimpulan dan Saran
Muhammad Saw.—baik Muhammad sebagai manusia biasa (basyar), sebagai pengemban risalah (rasûl), sebagai pemimpin negara Madinah (imâm), sebagai panglima pasukan kaum Muslim (qâ`id), sebagai pemutus sengketa yang diajukan kepadanya (qâdhî), sebagai pemberi fatwa (muftî), dan sebagai apa pun yang pernah diperankannya selama ia hidup, keagungan dan kemuliaannya tidak terbantahkan. Dulu, orang-orang kafir Mekah menolak beriman kepada Muhammad bukan karena mereka mengingkari kebenaran yang dibawanya, bukan karena memungkiri keagungan pribadinya. Mereka enggan mengikuti seruan Muhammad karena ia mengajarkan ajaran-ajaran yang bertolak belakang dengan kepentingan mereka. Di mana-mana, kepentingan sering menggelapkan mata dari melihat dan menerima kebenaran yang sudah amat nyata, senyata matahari di siang hari
.

Karakter Rosulullah Muhammad SAW

Karakter Rosulullah Muhammad SAW


LQ - Petunjuk hidup Umat Islam adalah Al Qur’an (firman Allah), namun contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari adalah kepribadian Rasulullah SAW. Dalam diri dan pribadi Rasulullahlah penjabaran Al-Qur`an diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari (Al Qur’an Hidup), sehingga sabda dan perbuatannya (Al-Hadist) menjadi pedoman bagi kita, yaitu :
QS. Al-Ahzab : 21 :
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
”Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”
QS.Al-Anbiya’ : 107 :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Rasulullah SAW sendiri telah bersabda yang artinya :
“Aku diutus untuk menyempurnakan budi pakerti yang mulia”
(H.R. Thabrani dari Jabir, dan Ahmad dari Mu’adz bin Jabal)
Ada 3 hal kepribadian Nabi Muhammad SAW, yang sudah semestinya kita teladani, yaitu :
Keteladanan Nabi sebagai Pribadi Muslim , keteladanan Nabi sebagai Pemimpin, dan keteladanan Nabi sebagai Panutan dalam Rumah Tangga dan lingkungan Masyarakat.

Secara rinci dapat diuraikan sbb :
1. Sebagai Pribadi Muslim, Nabi Muhammad SAW memiliki :
a. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih)
b. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
c. Akhlaqul Karimah (budi pekerti yang mulia)
d. Bidang MUAMALAH memiliki
~ Qowiyyul Jismi (jasmani yang kuat)
~ Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir)
~ Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu)
~ Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu)
~ Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
~ Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri / mandiri)
~ Nafi’un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)

2. Sebagai pemimpin, Nabi Muhammad SAW memiliki :
a. Keteladanan dalam iman.
Seorang Pemimpin Umat yang beriman dan taat (taqwa) kepada Allah, dalam pengambilan keputusan dan kebijakannya selalu mengacu kepada kebenaran. Kesatuan antara perkataan, hati dan perbuatan tercermin dalam sikapnya yang ikhlas dalam mencari ridho-Nya. 
b. Keteladanan dalam akhlak.
Akhlak yang mulia, dapat menyentuh hati. Sebagaimana riwayat adanya seorang yahudi buta yang sangat membenci Rasulullah dapat masuk Islam , karena akhlak mulia Beliau. Tak pernah lupa, Beliau selalu menyuapi orang buta itu setiap hari, walaupun dicaci maki dan dihina setiap hari. Tapi Beliau terus sabar dan ikhlas, bahkan Nabi pun selalu mengelus punggung orang buta tadi, layaknya kepada seorang anak kecil.
c. Keteladanan dalam pengorbanan
Seorang pemimpin adalah orang yang harus lebih banyak berkorban dari pada orang yang dipimpinnya. Dia mengorbankan waktunya, pikiranya, dan hartanya untuk kepentingan bersama. Dia bersedia untuk turun langsung membantu orang-orang yang dipimpinnya. Tidak hanya sekedar mengarahkan dan menyuruh, tapi dia bersama-sama pengikutnya melakukannya.
d. Keteladanan dalam menghadapi masalah.
Rasulullah pun selalu dapat memberikan solusi jika terdapat konflik atau masalah. Solusinya pun tepat sasaran. Bahkan Beliau dapat menyikapi perbedaan pendapat yang ada dalam pengikutnya dengan win-win solution.
Jika pemimpin dapat memberikan keteladan, insya Allah maka perubahan ke arah yang lebih baik dapat terjadi. Pemimpin itu ibarat sumber mata air di hulu. Bila di hulu airnya telah keruh, maka kebawahnya akan keruh juga. Jika dari sumbernya telah bersih dan jernih, makan kebawahnya pun Insya Allah akan bersih juga.
Oleh karena itu, jadilah kita pemimpin yang dapat memberikan keteladanan bagi lingkungan sekitar. Kita semua adalah pemimpin, maka kita harus dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain, dalam setiap sikap dan tutur kata kita. Jadilah kita seorang memiliki hati yang bersih denga berakhlak mulia.

3. Sebagai Panutan dalam Hidup Berumah tangga
Bagi orang-orang yang telah berkeluarga, maka Rasulullah teladan yang terbaik. Beliau tidak pernah berkata kasar kepada isteri dan anaknya. Adapun sikap Nabi dengan keluarganya sebagai berikut:
1. Bersikap Adil
Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan perilaku adil terhadap istri-istrinya dalam segala hal,
termasuk sesuatu yang remeh dan sepele. Beliau adil terhadap istri-istrinya dalam pemberian tempat
tinggal, nafkah, pembagian bermalam, dan jadwal berkunjung. Beliau ketika bertandang ke salah satu
rumah istrinya, setelah itu beliau berkunjung ke rumah istri-istri beliau yang lain.
2. Bermusyawarah Dengan Istrinya
Rasulullah saw mengajak istri-istrinya bermusyawarah dalam banyak urusan. Beliau sangat menghargai pendapat-pendapat mereka. Padahal wanita pada masa jahiliyah, sebelum datangnya Islam diperlakukan seperti barang dagangan semata, dijual dan dibeli, tidak dianggap pendapatnya, meskipun itu berkaitan dengan urusan yang langsung dan khusus dengannya. Islam datang mengangkat martabat wanita, bahwa mereka sejajar dengan laki-laki, kecuali hak qawamah atau kepemimpinan keluarga, berada ditangan laki-laki. Allah swt berfirman:
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Al Baqarah:228.
3. Lapang Dada Dan Penyayang
Istri-istri Rasulullah saw memberi masukan tentang suatu hal kepada Nabi, beliau menerima dan memberlakukan mereka dengan lembut. Beliau tidak pernah memukul salah seorang dari mereka sekali pun. Belum pernah terjadi demikian sebelum datangnya Islam.

4. Pelayan Bagi Keluarganya
Rasulullah saw tidak pernah meninggalkan khidmah atau pelayanan ketika di dalam rumah. Beliau selalu bermurah hati menolong istri-istrinya jika kondisi menuntut itu. Rasulullah saw bersabda: “Pelayanan Anda untuk istri Anda adalah sedekah.”
Adalah Rasulullah saw mencuci pakaian, membersihkan sendal dan pekerjaan lainnya yang dibutuhkan oleh anggota keluarganya”

5. Berhias Untuk Istrinya
Rasulullah saw mengetahu betul kebutuhan sorang wanita untuk berdandan di depan laki-lakinya, begitu juga laki-laki berdandan untuk istrinya. Adalah Rasulullah saw paling tampan, paling rapi di antara manusia lainnya. Beliau menyuruh sahabat-sahabatnya agar berhias untuk istri-istri mereka dan menjaga kebersihan dan kerapihan. Rasulullah saw bersabda: “Cucilah baju kalian. Sisirlah rambut kalian. Rapilah, berhiaslah, bersihkanlah diri kalian. Karena Bani Isra’il tidak melaksanakan hal demikian, sehingga wanita-wanita mereka berzina.”

6. Bercanda Dengan Keluarganya
Rasulullah saw tidak tidak lupa bermain, bercanda-ria dengan istri-istri beliau, meskipun tanggung jawab dan beban berat di pundaknya. Karena rehat, canda akan menyegarkan suasan hati, menggembirakan jiwa, memperbaharui semangat dan mengembalikan fitalitas fisik. Dari Aisyah ra berkata: “Kami keluar bersama Rasulullah saw dalam suatu safar. Kami turun di suatu tempat. Beliau memanggil saya dan berkata: “Ayo adu lari” Aisyah berkata: Kami berdua adu lari dan saya pemenangnya. Pada kesempatan safar yang lain, Rasulullah saw mengajak lomba lari. Aisyah berkata: “Pada kali ini beliau mengalahkanku. Maka Rasulullah saw bersabda: “Kemenangan ini untuk membalas kekalahan sebelumnya.”

Mengenal Kepribadian Baginda Muhammad SAW

Mengenal Kepribadian Baginda Muhammad SAW


LQ - Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada teladan kita, Nabi yang paling mulia, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa salam, beserta keluarga, sahabat-sahabat dan seluruh kaum muslimin yang setia menegakkan ajaran-risalah beliau hingga akhir zaman.
Masih dalam rangka memperingati (-bukan merayakan-) hari lahirnya Rasulullah Muhammad SAW, 12 Rabiul Awal, yang bertepatan dengan hari Kamis, maka ini adalah chapter spesial, yaitu:
“Mengenal Kepribadian Rasulullah”
Berikut ini akan kami paparkan ringkasan beberapa riwayat yang menjelaskan kemuliaan akhlaq beliau, yang tentunya penjelasan ini pun masih sangat terbatas.
Rasulullah SAW adalah orang yang lembut, murah hati, mampu menguasai diri dan suka memaafkan. Ini semua merupakan sifat-sifat yang diajarkan Allah SWT.

Rasulullah SAW lain daripada yang lain karena kefasihan bicaranya, kejelasan ucapannya, yang selalu disampaikan pada kesempatan yang paling tepat, lancar, jernih kata-katanya, jelas pengucapan dan maknanya, kata-katanya luas maknanya, mengkhususkan pada penekanan-penekanan hukum, mengetahui logat-logat bangsa Arab, berbicara dengan setiap kabilah Arab menurut logat masing-masing, ada kekuatan pola bahasa Badui yang cadas berhimpun pada dirinya, begitu pula kejernihan dan kejelasan cara bicara orang yang sudah beradab, berkat kekuatan yang datang dari Ilahi dan diantarkan lewat wahyu.

Jika Rasulullah SAW harus memilih di antara dua perkara, beliau memilih yang paling mudah di antara keduanya, selagi itu bukan suatu dosa. Jika suatu dosa, maka beliau adalah orang yang paling menjauh darinya. Beliau tidak membalas untuk dirinya sendiri kecuali jika ada pelanggaran terhadap kehormatan Allah, lalu dia membalas karena Allah. Beliau adalah orang yang paling tidak mudah marah dan paling cepat ridha.

Di antara sifat kemurahan hati dan kedermawanan beliau adalah beliau memberikan apapun dan tidak takut menjadi miskin. Tidak pernah beliau dimintai sesuatu, lalu menjawab, ‘Tidak’.
Beliau biasa melaksanakan pekerjaan dengan tangannya sendiri, menambal terompahnya, menjahit bajunya, mencuci pakaiannya dan membereskan urusannya sendiri.

Beliau memiliki keberanian, patriotisme dan kekuatan yang sulit tandingannya. Beliau adalah orang yang paling pemberani, mendatangi tempat-tempat yang sulit. Beliau adalah orang yang tegar, terus maju dan tidak mundur serta tidak gentar. Ali berkata, “Jika kami sedang dikepung ketakutan dan bahaya, maka kami berlindung kepada Rasulullah SAW. Tak seorang pun yang lebih dekat jaraknya dengan musuh selain beliau.”
Beliau tidak pernah lama memandang ke wajah seseorang, menundukkan pandangan, lebih banyak memandang ke arah tanah daripada memandang ke arah langit, pandangannya jeli.

Beliau adalah orang yang paling tawadhu’ dan paling jauh dari sifat sombong. Beliau tidak menginginkan orang-orang berdiri saat menyambut kedatangannya seperti yang dilakukan terhadap para raja. Beliau biasa menjenguk orang sakit, duduk-duduk bersama orang miskin, memenuhi undangan hamba sahaya, duduk di tengah para sahabat, sama seperti keadaan mereka.

Beliau adalah orang yang paling aktif memenuhi janji, menyambung tali persaudaraan, paling menyayangi dan bersikap lemah lembut terhadap orang lain, paling bagus pergaulannya, paling lurus akhlaqnya, paling jauh dari akhlaq yang buruk, tidak pernah berbuat kekejian apalagi menganjurkan kekejian, tidak berkata keji, tidak suka mencela, tidak suka mengumpat dan mengutuk, tidak membalas keburukan dengan keburukan serupa, tetapi memaafkan dan lapang dada, membantu orang yang justru seharusnya membantu beliau, mencintai orang-orang miskin dan suka duduk-duduk bersama mereka, menghadiri jenazah mereka, dan tidak mencela orang miskin karena kemiskinannya.

Beliau senantiasa gembira, murah hati, lemah lembut, tidak kaku dan keras. Beliau meninggalkan 3 perkara bagi dirinya: Riya’, banyak bicara dan membicarakan sesuatu yang tidak perlu. Beliau meninggalkan manusia dari 3 perkara: tidak mencela seseorang, tidak menghinanya dan tidak mencari-cari kesalahannya. Beliau tidak berbicara kecuali dalam hal-hal yang beliau mengharapkan pahalanya. Beliau tersenyum jika ada sesuatu yang membuat mereka tersenyum, sabar menghadapi kekasaran perkataan orang yang asing.
Beliau adalah orang yang paling mulia di dalam majelisnya. Beliau lebih banyak diam, tidak berbicara yang tidak diperlukan, berpaling dari orang yang berbicara yang tidak baik. Tawanya berupa senyuman, perkataannya terinci, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.

Sifat-sifat yang sudah disebutkan di sini hanya sebagian kecil dari gambaran kesempurnaan dan keagungan sifat-sifat beliau. Secara umum, Rasulullah SAW adalah tempatnya sifat-sifat kesempurnaan. Allah SWT membimbing dan membaguskan bimbingan-Nya, sampai-sampai Allah berfirman dan memuji beliau,
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS Al Qalam ayat 4)
Sifat-sifat yang sempurna inilah yang membuat jiwa manusia merasa dekat dengan beliau, membuat hati mereka mencintai beliau.
Subhanallah.. Allahumma sholli ‘ala sayyidina Muhammad..

Nabi Muhammad SAW Sebagai Pembawa Rahmatan Lil Alamiin

Nabi Muhammad SAW Sebagai Pembawa Rahmatan Lil Alamiin
LQ - Segala puji hanya pantas bagi Allah swt Yang Maha Berkehendak dan Yang Maha Berkuasa, Yang telah menganugrahkan ni'mat Iman dan Ni'mat Islam bagi kita semua. Semoga Allah swt senantiasa menetapkan shalawat serta salam Untuk mubaligh agung yang sempurnaManusia teladan yang telah menjadi Washilah tersampaikannya perjalanan para pencari kebenaran

Dari kegelapan jasmani kepada cahaya rohani yang sejati. Beliau adalah Habibbanna,,wa Nabiyyanna Muhammad Rasulullah shallallahu alaihi wassalam.

Kepada keluarganya dan para sahabat beliau yang shiddiqin dan syuhada
dan pada kita semua umatnya yang berpegang teguh pada ajaran Al-Qur'an dan Assunah
Pada jumpa kali ini saya yang faqir ilmi ini akan mencoba
mengikuti undangan yang saudara kita semua yaitu hari selalu berbagi adakan
Maksud saya bukan mau unjuk kebolehan
Tetapi sesungguhnya unjuk kebodohan diri saya sendiri
Memang diri saya yang bodoh dan faqir ilmi
Tapi saya juga ingin berbagi dan juga ingin membuktikan bahwa
Saya dan saudara-saudara semuanya mencintai jungjungan kita Habibbana wa nabiyyana Muhammad Rasulullah saw
Walaupun hanya di dunia maya,
namun tak ada salahnya mari kita saling berbagi cinta kita untuk beliau (Rasulullah saw)
Dan sebentar lagi di daerah masing-masing mungkin bakal di adakan peringatan Acara Maulid Nabi
Untuk itu marilah kita kilas balik ke peristiwa 14 abad yang lampau
Secara syariat kelahiran Baginda Nabi Muhammad saw
ditandai dengan turunnya,,atau keluarnya berbagai cahaya sebagai bukti kemuliaan beliau
Dan diantaranya ada sinar yang menerangi saat kelahiran beliau
Imam Al-Baihaqi menceritakan Riwayat yang berasal dari Fatimah Ats-Tsaqafiyyah
yang menyaksikan sendiri detik-detik kelahiran Baginda Nabi saw

Dia mengatakan:
Aku hadir dan menyaksikan sendiri kelahiran Rasulullah saw
ketika itu aku melihat cahaya terang menyinari seisi rumah tempat beliau di lahirkan.
Selain itu, akupun melihat beberapa buah bintang bersinar turun mendekat
hingga aku merasa seolah-olah bintang-bintang itu hendak mematuhi diriku

Itulah jungjungan kita Nabi besar Muhammad saw
yang terlahir untuk jadi cahaya yang menerangi
Dialah cahaya,,yang menjadikan Rahmatan Lil alamin
Yang membawa pertumbuhan rahmat bagi segenap alam

Allah swt telah mengutus beliau dengan membekalinya dengan cahaya dan petunjuk
Allah swt berfirman :
''Hai Nabi,
Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi,
dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan
dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izinNya
dan untuk jadi cahaya yang menerangi
[QS.Al-Ahzab ayat 45-46]


''Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al-Qur'an) dengan perintah Kami
Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al-Kitab (Al-Qur'an)
dan kamu tidak mengetahui apakah iman itu
tetapai Kami menjadikan Al-Qur'an itu cahaya
yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami.
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus

-[QS.Asy-Syura ayat 52]

Dikisahkan pula,,bahwa beberapa sahabat berkata kepada Rasulullah saw
''Ceritakanlah kepada kami tentang dirimu,,Ya Rasulullah''!
Rasulullah saw bersabda :
''Ya aku do'a ayahku Ibrahim
dan berita gembira saudaraku Isa bin Maryam
Ketika Ibuku mengandung,
dia melihat sinar keluar dari perutnya dan karena sinar tersebut
istana-istana syam menjadi bercahaya
Aku disusui di bani sa'ad bin bakr
ketika aku bersama saudaraku di belakang rumah sedang menggembala kambing
tiba-tiba-dua orang berpakaian putih datang kepadaku dengan membawa baskom dari emas yang penuh berisi salju
Kedua orang tersebut mengambilku
Lalu membelah perutku,mengeluarkan hatiku,,membelahnya
mengeluarkan gumpalan hitam di hatiku dan membuangnya
Setelah itu, keduanya mencuci hati dan perutku dengan salju yang telah di bersihkan
salah seorang dari keduanya berkata pada yang satunya
''Timbanglah dia dengan sepuluh orang dari umatnya
Dia menimbangku dengan sepuluh orang umatku
ternyata aku lebih berat daripada mereka
orang pertama berkata
Timbanglah dia dengan seratus orang dari umatnya
orang kedua menimbangku dengan seratus orang umatku
ternyata aku lebih berat daripada mereka
orang pertama berkata lagi
Timbanglah dia dengan seribu umatnya
Maka orang kedua menimbangku dengan seribu umatku
dan ternyata aku lebih berat daripada mereka
orang pertama berkata
''biarkan-dia''
Demi Allah,,seandainya engkau menimbangnya dengan seluruh umatnya
dia lebih berat dari mereka semua''
Kita umatnya adalah manusia,
dan beliau juga manusia,,tapi beliau manusia yang Ma'shum
dan jika boleh di umpamakan
Kita ibaratnya batu kerikil
sedangkan-beliau batu mulia seperti intan,permata,berlia-n
Harga batu kerikil satu truck penuh belum tentu bisa menyamai batu mulia yang hanya satu jumlahnya
Cahaya Rasulullah saw,,dapat mengalahkan cahaya purnama
Ketika Jabir Sumurah r.a. Menatap wajah Rasulullah saw
Pada malam terang bulan,,dia berkata:
''Aku memandang wajah Nabi,lalu melihat ke arah bulan
maka bagiku,beliau jauh lebih indah daripada bulan yang sedang memancarkan cahaya itu
Dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas r.a,,
''Bila Rasulullah berbicara,
ada cahaya bersinar dari arah mulutnya
HR.At--Tirmidzi
Dan diriwayatkan pula,,bahwa ada kejadian maha dahsyat
sebagai tanda kerasulan beliau yang terjadi saat kelahiran Baginda Nabi Saw
Pada malam kelahiran beliau,,
tercatat bahwa bumi di guncang gempa sehingga berhala-berhala yang ada di sekitar ka'bah jatuh bergelimpangan
beberapa buah gereja dan biara runtuh
serta paseban Istana Kisra di persia retak dan roboh
Ditambah dengan padamnya api yang di sembah kaum majusi di negeri tersebut
Dengan padamnya api sesembahan mereka itu,
mereka merasa sangat cemas sekaligus sedih
mereka pun menduga akan terjadi peristiwa besar di dunia
Dan peristiwa itu tak lain dan tak bukan adalah
Kelahiran Baginda Nabi Muhammad saw
Saudaraku seiman !!!
Sungguh tak ada kisah yang patut diangkat ketika Maulid Nabi Muhammad saw
selain dari detik-detik wafatnya beliau
disana kita bisa melihat totalitas cinta beliau kepada kita sebagai umatnya
Ada banyak pelajaran serta hikmah yang dapat kita ambil
dari kisah sakratul maut beliau
Rasa cinta yang begitu melekat di hati beliau
Dan sekarang mari kita tanya diri kita masing-masing
mampukah kita mencintai beliau seperti cinta beliau kepada kita???
Mari kita sedikit kupas kisahnya !!!
Pagi itu fajar menyingsing di ufuk timur
ketika beliau menyampaikan khutbahnya
dan itulah khutbah terakhir beliau
Dengan suara terputus-putus,,beliau mulai memberikan petuahnya
''Wahai umatku !!!
Kita ada dalam genggaman kekuasaan Allah swt serta Rahmaan dan Rahiim-Nya
Maka taati dan bertaqwalah kepada-Nya
Ku wariskan dua hal pada kalian semua,,yaitu Al-Qur'an dan Assunah
Barangsia-pa mencintai sunnahku,
berarti-mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku akan masuk surga bersamaku''

Khutbah singkat itu merupakan tanda dari Rasulullah saw untuk mengakhiri tugasnya di dunia
Semua yang hadir terdiam,,tanpa ada yang mampu berkata
mata para sahabat beliau berkaca-kaca
Tak mampu melihat keadaan beliau yang semakin melemah
Umar bin Khaththab r.a,,yang di kenal garang di medan tempur,,sehingga mendapat julukan ''Singa Padang Pasir''
Hari itu menahan tangisnya sehingga dadanya merasa sesak.
Allahu Akbar...isyarat itu telah datang
Ketika mentari mulai meninggi
di rumah yang sangat sederhana,,sangat jauh dari kesan mewah
tak seperti hari-hari biasanya pintu rumah itu masih tertutup
Sementara di dalamnya,,terbujur lemah sang kekasih Allah
Habibbanaa wa Nabiyyanaa Muhammad saw
Dari keningnya mengucur keringat yang membasahi tamar (pelepah kurma) yang di jadikan alas tidurnya
Subhanallah,,walhamdulillah Walaa illaha illallahuallahu akbar,,,
Saudaraku-seiman !!!
Anda bayangkan,,seorang pemimpin ummat,,seorang kekasih Allah,,
Beliau begitu Qanna'ah,,begitu sederhana
Andaikan saja beliau mau harta kekayaan,,niscaya Allah swt memberikannya
tapi tidak begitu dengan beliau
kadang kita selalu meratapi kemiskinan kita,,kekurangan kita,,padahal makanan tidak kurang
tidur pun di kasur yang empuk
Lihat lah jungjungan kita,,
Adakah pemimpin di seluruh dunia ini yang seperti beliau???
Tidak banggakah kita pada beliau
beliau sangat,,sangat,,mencintai umatnya
Lalu apa yang sudah kita lakukan tandanya kita mencintai beliau??
Saudaraku-seiman !!!
Cerita kita lanjutkan,,
Kehen-ingan agak terusik,,ketika di luar rumah kecil itu terdengar orang mengucap salam
Di luar rumah terdengar suara yang begitu sopan
''Bolehkah saya masuk''
Putri tercinta beliau Sayyidatul Fatimah Az-Zahra,,tak mengizinkan masuk karena Rasulullah saw,,sedang sakit
Sayyidatul Fatimah Az-Zahra r.a, kembali menemui Rasulullah saw
Dan ternyata Rasulullah saw telah membuka mata
''Siapakah itu,,wahai anakku''?? Rasulullah saw,bertanya.
''Ananda tidak tahu,dan sepertinya ananda baru kali ini melihatnya''jawab sayyidatul Fatimah
Lalu Rasulullah saw, berkata lirih,,
''Ketahuilah anakku,dialah penghapus kenikmatan sementara,,dialah yang akan memisahkan pertemuan kita di dunia,,dialah Malaikatul Maut
Saudaraku seiman Yang Dirahmati Allah
Dapatkah anda bayangkan suasan haru saat itu
Dan masih adakah makhluk lain di muka bumi ini,,yang mendapat pelayanan istimewa macam ini
sampai malaikatul maut datang hendak melaksanakn tugasnya
menyampa-ikan salam dan meminta izin masuk
Dan akhirnya malaikatul maut berjalan perlahan menghampiri tubuh lemah kekasih Allah
Rasulullah saw bertanya,,mengapa Malaikat Jibril tak menyertainya
Malaikatul maut menjelaskan bahwa,,malaikat Jibril sedang bersiap di langit dunia
Menyambut roh suci kekasih Allah swt dan penghulu dunia ini
Namun atas permintaan beliau pun akhirnya Malaikat Jibril datang menghampiri
Dan Rasulullah saw pun bertanya
''wahai Jibril,,terangkan kepadaku,apa hakku nanti dihadapan Allah swt''
''Subhanall-ah !!!
pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu,,dan semua pintu surga terbuka lebar menanti kedatanganmu''
jawab malaikat jibril
Namun rupanya jawaban Malaikat Jibril itu, tidak membuat puas Rasulullah saw
''engkau tidak senang menerima kabar ini,,Ya Rasulullah??
tany-a malaikat jibril
Lalu Rasulullah saw kembali bertanya
''Kabark-an kepadaku,,bagaimana nasib umatku nanti''??
Lalu Malaikat Jibril menjawab
''Jangan khawatir,,Ya Rasulullah, aku pernah mendengar Allah swt berfirman kepadaku''
''Ku haramkan surga bagi siapa saja,kecuali Umat Muhammad telah berada di dalamnya''
Dan inilah jawaban yang membuat lega beliau
Saudaraku,,,
di saat-saat detik-detik terakhir,,beliau masih memikirkan umatnya
Lalu mari kita tanya diri kita masing-masing berapa besar kecintaan yang kita berikan padanya???
Kini tibalah malaikatul maut menjalankan tugas
Perlahan sekali ruh Rasulullah saw,,ditarik
tamp-ak tubuh mulia Rasulullah saw,,bersimbah keringat
Urat leher beliau menegang,,tanda beliau sedang menahan sakit
''Wahai Jibril,,betapa sakitnya sakratul maut ini''
Rasulullah saw,,berkata lirih dan mengaduh
Putri beliau terpejam tak kuasa melihat
Sementara Imam Ali bin Abi Thalib k.w,,yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan malaikat Jibril membuang muka
''Wahai Jibril,,engkau membuang muka,,jijikkah engkau padaku?? Tanya Rasulullah saw,,
Ya Rasulullah,,siapa yang tega melihat kekasih Allah direnggut nyawa,,jawab malaikat Jibril
Sesaat kemudian Rasulullah saw,,memekik karena sakit yang tak terhingga
''Ya,Robbi,,dahsyat sekali maut ini,,aku mohon timpakan saja semua padaku Ya Allah,,jangan pada umatku''.
Saudaraku seiman yang di rahmati Allah
cobalah renungkan,,di saat kritis seperti itu,,beliau masih memikirkan kita,,memikirkan umatnya
Lalu apa tanda yang sudah kita lakukan,,bahwa kita mencintai beliau??
Badan Rasulullah saw mulai dingin,,
kaki dan dadanya tak bergerak lagi
bibir beliau bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu
Imam Ali bin Abi Thalib k.w,,segera mendekatkan telinganya
Dan terdengar kata-kata,,terbata-b-ata,,namun sangat jelas
''Ushikum'bisshalah, wa ma malakat aimanukum''
''Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu''
sementa-ra itu di luar rumah mulai terdengar tangisan
Umar bin Khaththab r.a,,seakan tak percaya ini terjadi
Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a,,menenangkan para sahabat dan umat,,
Yang seakan tak percaya di tinggal kekasih Allah
Sementara putri kesayangan beliau Sayyidatul Fatimah Az-Zahra r.a,,menutupi wajahnya dengan tangan
Sedangkan Imam Ali bin Abi Thalib k.w,,kembali mendekatkan telinga ke bibir Rasulullah saw,
yang mulai kebiruan,,dan dari mulut kekasih Allah swt,,terdengar suara lirih
Ummati,,ummati,,ummati...
Itulah saudaraku seiman,,kata-kata terakhir beliau
Pernahkah kita merenung dan berpikir,,
Rasulu-llah saw,,saja yang ma'shum,,yang mendapat jaminan dari Allah swt langsung
merasaka-n dahsyatnya sakratul maut
Lalu apalagi kita yang bergelimang dan sarat akan dosa-dosa???
Semog-a pemaparan singkat ini,,menggugah bathin kita semua,,untuk tetap istiqomah dalam kebaikan
Dan marilah kita tanamkan kecintaan kita pada beliau
Bukan hanya sekedar lantunan shalawat saja
Atau perayaan maulid nabi yang kita selenggarakan tiap tahun
Mari kita tanamkan kecintaan kita pada beliau
dengan mencintai Al-Qur'an dan sunah-sunahnya dengan cara mengamalkannya dalam keseharian kita
Mari kita Akses cahaya Ilahiyah dan Cahaya Muhammad saw
dengan menadaburi seluruh isi dari pada Al-Qur'an
Learing to do,,,Learing to be,,,learing to live together
SemogaSaudaraku seiman yang di rahmati Allah
Mohon maaf atas segala salah dan khilaf
Yang benar itu datangnya dari Allah swt
sedangkan yang salah itu adalah kekeliruan dari diri saya pribadi
Tiada niat untuk''Menggarami lautan''
''Sunggu-h itu sangat jauh api dari panggang''
Kurang-dan lebihnya mohon maaf yang sebesar-besarnya
Akhirul Kalam
Wassalamu'alaikum Warahmatullahi wabarokatuh...